Kamis, 17 Desember 2015

Sosok Misterius

Sitanggu adalah kampung yang terletak di daerah yang menanjak. Alam pegunungan membuat suasananya sejuk. Seorang pemuda bernama Agum sedang berkumpul bersama teman-temannya di sebuah warung, menikmati udara pagi yang masih gelap sambil ditemani kopi, rokok, dan gorengan.

Dari atas, terdengar suara mesin truk, kemudian...

Krak... Kress... Krats... Duaaar!

Suara ranting-ranting patah dengan cepat disusul oleh suara ledakan yang sangat keras seperti bom, memecah kesunyian dengan dahsyat. Warga langsung keluar dari rumahnya. Dari jalan sebelah atas, terlihat nyala api yang sangat terang disertai asap hitam pekat membumbung ke udara.

Agum dan warga berduyun-duyun menuju lokasi kejadian. Disana, di samping kiri jalan yang merupakan jurang, terdapat sebuah truk tangki bahan bakar minyak yang sedang terbakar hebat. Bagian depannya nyaris tidak berbentuk lagi.

Hingga beberapa menit berlalu, api masih menyala besar akibat pepohonan lebat disekitarnya yang ikut terbakar. Belum ada warga yang berani turun. Pemadam kebakaran pun dipastikan lama tibanya karena letakkampung yang jauh dari kota.

Dari api yang membara, muncul sesosok tubuh yang terbakar berjalan luntang-lantung. Kebetulan hanya Agum dan seorang temannya yang melihat. Mereka berdua segera turun ke bawah.

Sempat mencari-cari sebentar di rerimbunan pohon, akhirnya mereka menemukan sosok tersebut di bibir sungai sedang bersiap menceburkan diri, kemudian...

Cebur!

Api yang melahap tubuhnya seketika hilang. Betapa terkejutnya Agum ketika dia bisa melihat dengan jelas sosok tersebut adalah seorang laki-laki tampan bertubuh atletis. Tapi yang lebih mengejutkannya adalah tidak ada sedikitpun bekas terbakar di tubuhnya.

“Woi kalian kok malah bengong, bukannya nolongin... saya pinjem pakaian boleh gak, pakaian saya tadi abis kebakar, kalian lihat sendiri kan? Jangan khawatir, nanti saya kembaliin.”

Teman Agum segera naik ke atas menuju rumahnya.

“A... a... aku... aku gak percaya dengan ini... si... siapa kamu? Harusnya kamu udah mati... tapi tidak ada luka sedikitpun?”

“Nanti saya jelasin kalo udah pake baju.”

Teman Agum pun datang sambil membawakan pakaian dalam, celana, dan kaus.

“Baiklah, tapi cuman kalian aja yang tahu, oke!”

Agum dan temannya mengangguk.

“Saya Superman....”

“Sup apa?” Tanya Agum.

“Superman.”

“Apa? Bagaimana mungkin kamu ini Super...”

“Kalian liat aku enggak apa-apa kan walaupun udah kebakar api, masih belum percaya?”

“Ya aku percaya...”

“Tapi, kalau memang benar kamu Superman, ngapain kamu disini, bukannya pekerjaan kamu itu wartawan, dan pacar kamu itu Lilis eh Luis maksudnya?”

“Ya... itu dua tahun yang lalu, sekarang saya jualan baju. Kebetulan tadi saya lagi lari pagi, karena sambil dengerin musik dan mata merem, gak nyadar dari depan itu truk langsung nabrak saya, mungkin remnya blong. Sadar-sadar udah kebakar, sial banget kan?”

Setelah bercakap-cakap cukup lama, Superman langsung terbang pulang ke rumahnya. Tidak ada warga yang melihat karena hari masih cukup gelap.

Nasib si Reaktor

Sebagai orang yang berkecimpung di bidang Teknologi Informasi (TI), tas punggung berisi Laptop, Smartphone, dan pakaian rapih adalah yang harus ada pada diri Arif; menjadikannya semacam seragam yang mesti dikenakan setiap hari, termasuk ketika sedang jalan-jalan.

Ketika sedang bersantai di sebuah kios kue alun-alun kota, dia melihat seorang perempuan muda sedang berlari mengejar seorang lelaki berbadan besar yang memegang sebuah tas berwarna merah.

“Itu pasti jambret, aku harus menolongnya!”

Arif menitipkan barang-barangnya pada pemilik kios, kemudian mengejar lelaki tersebut.

Ketika tepat berada puluhan sentimeterdi belakangnya, Arif segera loncat dan menahan kedua kakinya, membuatnya langsung terjatuh dengan posisi dada dan muka membentur tanah hingga berdarah.

“Aha, kena kamu! Sekarang kembalikan tas itu!”

Beberapa saat kemudian datang sekelompok lelaki yang bukannya membantu Arif, tapi malah menghajarnya.

Duk! Duak! Kapow!

“Bentar... ben... bentar... tahan dulu! Kenapa malah saya yang dihajar, saya kan mencoba menolong perempuan itu darijambret ini?”

“Menolong? Kamu mengacaukan semuanya!” Kata seorang lelaki berkemeja hitam, “Adegannya, pemainnya, dan waktunya; kami sedang membuat film, kamu tidak lihat?”

Arif melihat sekelilingnya, ada sejumlah kru film beserta peralatannya. Semua orang hanya menatapnya kosong. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi selain 'maaf'. Sambil tertunduk dengan mukanya yang lebam-lebam, dia kembali ke kios, lalu pulang ke rumahnya.

Selasa, 15 Desember 2015

Pelesetan Superhero Amerika: Rahasia Kostum Wonderwoman

Tiga orang superhero ternama kelas dunia sedang bersantai di sebuah bar di kota New York. Mereka adalah Batman, Superman, dan Wonderwoman.

“Ngomong-ngomong, kenapa sih kalian pake celana dalemnya diluar, terus pake sayap lagi?” Tanya Wonderwoman.

“Kalo aku sih pake celana dalem diluar cuman masalah estetika aja biar keliatan kuat kayak binaragawan gitu; terus sayap juga sama, biar ada wibawanya, kebayang kan kalo aku gak pake sayap? Kayak kepala tanpa rambut.” Jawab Superman.

“Aku juga sama, cuman kalo buat aku, sayap ada fungsi buat ngelindungin badan dari dingin, kan aku kerjanya malem-malem; juga buat nyembunyiin peralatan rahasia juga.” Kata Batman.

“Nah, kamu sendiri kenapa kostumnya seksi banget kayak mau renang?” Tanya Superman.

“Hmmm... kalian mau tau?”

“Karena dengan kostum seksi seperti itu yang nakal, bisa bikin musuh yang cowok pikirannya jadi ngeres, pikiran ngeres kan jadi kacau fokusnya, fokus kacau jadi gampang kan ngurusinnya? Lah itu rahasia umum kali.”

“Ooo... begitu....” kata Batman dan Superman.

Jumat, 11 Desember 2015

Piring Terbang

Ketika aku sedang asyik ngumpul bareng teman-teman sambil ditemani pisang goreng dan kopi di saung dekat sawah, tiba-tiba datang si Boni yang berlari seperti dikejar hantu.

“Buuud! Buuud!”

“Wow wow wow... tenang... tenang... kenapa Don?” Tanyaku.

“Disana ada piring terbang Bud!”

“Eeeh... piring terbang, apa yang kamu bicarakan?”

“Lebih baik kita kesana sekarang dan melihatnya!” Kata Boni.

Kami sampai didekat sebuah rumah yang memiliki kebun yang luas. Aku melihat ke langit, tidak ada apapun, selain warna birunya dan awan-awan putih.

Dari sebuah pintu belakang rumah tersebut, tiba-tiba muncul sebuah sendok yang melayang, kemudian garpu, kemudian mangkuk, kemudian... piring!

Melihat kami, seorang ibu-ibu di dalam rumah tersebut langsung marah dan mengarahkan lemparannya kepada kami.

Beberapa saat kemudian datang seorang ibu-ibu lain. “Sudah, jangan diganggu, pergi dari sini, ibu itu lagi stres gara-gara mobilnya yang baru dia beli seminggu yang lalu, hilang waktu diparkir di pasar.”

“Eih... apa?” Kataku.

Setelah itu kamipun kembali ke saung. Kukira piring terbang alien, eh ternyata piring makan yang diterbangkan oleh ibu-ibu stres. 

“Buuud! Buuud!”

“Wow wow wow... tenang... tenang... kenapa Don?” Tanyaku.

“Disana ada piring terbang Bud!”

“Eeeh... piring terbang, apa yang kamu bicarakan?”

“Lebih baik kita kesana sekarang dan melihatnya!” Kata Boni.

Kami sampai didekat sebuah rumah yang memiliki kebun yang luas. Aku melihat ke langit, tidak ada apapun, selain warna birunya dan awan-awan putih.

Dari sebuah pintu belakang rumah tersebut, tiba-tiba muncul sebuah sendok yang melayang, kemudian garpu, kemudian mangkuk, kemudian... piring!

Melihat kami, seorang ibu-ibu di dalam rumah tersebut langsung marah dan mengarahkan lemparannya kepada kami.

Beberapa saat kemudian datang seorang ibu-ibu lain. “Sudah, jangan diganggu, pergi dari sini, ibu itu lagi stres gara-gara mobilnya yang baru dia beli seminggu yang lalu, hilang waktu diparkir di pasar.”

“Eih... apa?” Kataku.

Setelah itu kamipun kembali ke saung. Kukira piring terbang alien, eh ternyata piring makan yang diterbangkan oleh ibu-ibu stres.

Kamis, 10 Desember 2015

Mobil Misterius

Pagi itu para warga berkumpul di rumah pak Wisnu, membahas tentang mobil misterius yang kerap muncul di malam hari. Misterius karena mobil tersebut berjalan sendiri tanpa ada seorangpun di dalamnya, dan selalu muncul di malam hari. Meskipun tidak mengganggu, tetap membuat warga resah dan penasaran. Haris, seorang pemuda yang masih orang baru di kampung itu, sangat antusias dengan masalah ini, karena di kampung lamanya pernah terjadi kasus serupa, yaitu delman hantu yang berjalan tanpa ditarik kuda dan tidak ada orangnya.

Malam Jumat, Haris dan para pemuda melakukan ronda malam. Mereka menanti kehadiran mobil misterius tersebut. Namun hingga adzan shubuh berkumandang, tidak juga muncul. Esok malamnya pun masih samahingga malam Senin. Yang muncul hanyalah sebuah mobil berisi sekumpulan anak muda glamor yang hendak pesta ke kota.

Malam Rabu minggu depan, ketika sedang tidur, Haris dibangunkan oleh temannya bahwa mobil misterius tersebut muncul di jalan dekat lapangan sepak bola. Secara sembunyi-sembunyi, para pemuda mengawasi mobil tersebut perlahan melaju mengelilingisekitar lapangan, kemudian masuk ke lapangan. Lampu jalan yang menembus kaca depan, menunjukkan tidak ada seorangpun di dalamnya.

Setelah itu mereka memutuskan untuk mendekatinya. Tanpa diduga, mobil tersebut menabrak salah seorang pemuda hingga terpental; membuat mereka marah lalu menendang, memukul, dan menggoyang-goyangkan mobil tersebut. Namun itu malah membuat mobil terus melaju hingga tertahan oleh pepohonan.

Tiba-tiba, muncul dua orang lelaki muda berkacamata.

“Tunggu! Tahan! Jangan rusak mobil itu!”

“Siapa kalian?” Tanya Haris.

“Kami pegawai perusahaan yang sedang menguji mobil yang dikendalikan dari jarak jauh oleh komputer.”

“Haaah?” Kata yang lainnya.

Setelah mendengar penjelasan dari kedua lelaki berkacamata tersebut, Haris dan pemuda lainnya memutuskan untuk bubar. Akhirnya teka-teki mobil misterius yang selama ini menghantui kampung tersebut, selesai sudah.

“Uh dasar perusahaan, bikin percobaan di daerah orang lain seenaknya saja gak bilang-bilang dulu!” Gerutu Haris.

Rabu, 09 Desember 2015

Gadis itu Bernama...

Srat! Tepat di depan Beni, seorang pengendara sepeda motor menjambret tas milik seorang ibu-ibu pejalan kaki. Ibu-ibu tersebut berteriak minta tolong, namun keadaan yang sepi membuat si penjambret leluasa kabur.

Masih dalam pandangan, Beni langsung memacu kencang sepeda motornya. Hingga daerah keramaian, Beni masih bisa melihatnya; namun si penjambret berhasil lolos setelah memasuki wilayah pemukiman. Tidak bisa menemukannya, Beni memilih pulang; tapi bensin yang hampir kosong mengharuskannya mampir dulu ke sebuah SPBU.

Di SPBU, dia malah jengkel karena antrian yang panjang, dan adanya orang-orang 'elite' yang tidak mengantri, ditambah asap dari sebuah truk pabrik.

Tiba-tiba matanya kemudian tertuju pada seorang gadis yang sedang berdiri di ujung.

“Cantik sekali...”

Hatinya yang tadi sumpek, seketika menjadi adem.

***

Dua hari kemudian, Beni kembali melalui jalan tadi untuk memata-matai jika jambret tersebut muncul lagi. Masih penasaran dengan si gadis, dia menuju SPBU kemarin.

Betapa senangnya Beni dapat melihat kembali si gadis. Dia ingin berkenalan, tapi belum berani. Keesokan harinya pun sama, hanya melihat dari kejauhan sambil mengagumi pesonanya.

***

Hari keempat, Beni memberanikan diri untuk berkenalan dengan si gadis. Tapi sayangnya gadis tersebut tidak ada disana.

Hari kelima dan keenam, masih belum menyerah, dia kembali kesana, tapi gadis tersebut masih tidak ada juga.

Hari ketujuh semangatnya hampir hilang, tapi menyerah bukanlah pilihannya. Di hari ini akhirnya dia dapat melihat si gadis.

Beni turun dari sepeda motornya, lalu menghampiri si gadis. Rambutnya yang sedikit acak-acakan dia rapikan oleh tangannya.

“Sore neng.”

“Sore juga, ada apa?”

“Sa... saya... saya Beni.”

“Siapa ya?”

“Iya saya Beni... ummm... cuman mau kenalan aja.”

“Kenalan? Apa ada yang penting sekali?”

“Pengen tau aja nama eneng siapa, he...”

“Hmmm, saya Nurlaela.”

“Oh Nurlaela... dipanggilnya apa?”

“Lela.”

“Eh... ehm... neng Lela, selama ini saya suka merhatiin eneng terus. Neng itu cantik, anggun, kulitnya bersih terang, menimbulkan semacam perasaan sejuk gitu di hati saya.”

“Oh makasih, tapi ini judulnya acara gombal seperti di TV atau ngerayu gitu ya?”

“Enggak... hehehe... pengen kenalan aja....”

“Ngomong-ngomong, neng sepertinya sering sekali ada disini ya, ngapain sih neng?”

Nurlaela tersenyum kecil. “Nungguin seseorang.”

“Seseorang? Waduh... udah punya pacar dong? Atau jangan-jangan, udah punya suami?”

“Enggak, saya sendiri kok, orang masih 19 tahun juga.”

“Owh, lebih tuaan saya dong.”

“Hmmm... gitu ya?”

“Iya, hehe... jadi, nungguin siapa dong neng?”

“Saya lagi nungguin...”

“Ummm...”

“Nungguin temen saya tuh baru beres jam kerjanya, sekarang giliran saya yang kerja.”

“Kerja apa gitu neng?”

“Ngeladenin orang yang mau ngisi bensin lah, kan saya kerja disini, gimana sih akang ini.”

“Oh iya yah...” Beni menggaruk-garuk kepalanya.

Mobil Baru si Bagja

Sore itu sehabis kerja, Bagja mengendarai mobil sedannya yang baru saja dia beli. Saking senangnya, dia bernyanyi-nyanyi sambil menyetel musik Rock n' Roll kesukaannya. Suara raungan gitar dan vokal yang melengking memenuhi mobil yang hanya diisi oleh dirinya sendiri.

Saat memasuki daerah pemukiman penduduk, tiba-tiba, mesin mobil tersebut mati. Coba dihidupkan kembali, tidak bisa; dicoba berkali-kali lagi, masih tetap tidak menyala. Diperiksa mesinnya, semua tampak baik-baik saja. Roda, ban, dan rem pun tidak ada yang bermasalah.

Bagja kebingungan, dia melamun. Diluar hujan turun dengan cepat. Di dasbor, terdapat sebatang coklat pemberian kekasihnya yang menutupi panel kemudi, dia tersenyum.

Ketika sedang mengunyah coklat tersebut, matanya tertuju pada panel indikator bahan bakar yang merah menyala, menandakan bahwa tangkinya kosong.

“Aduh!” Bagja menepuk dahinya, “lupa... pantas mesinnya mati....”

Terpaksa dia harus meminta tolong pada warga sekitar untuk menderek mobilnya ke sebuah SPBU yang letaknya cukup jauh dari sana.

Sabtu, 05 Desember 2015

Pelesetan Batman: 'Blunder' si Joker

Malam itu, markas Joker diserang oleh Batman, Robin, dan Batgirl. Pasukan Joker berhasil membunuh Robin dan Batgirl, tetapi Batman dapat menghabisi mereka semua hingga tersisa Joker saja.

Sebelum berhadapan dengan Batman, Joker mendengarkan rekaman seorang agen mata-matanya yang memberitahu kelemahan Batman.

Di atap gedung, Joker beradu jotos dengan Batman. Tentu saja Joker bukan tandingan Batman. Berkali-kali Joker melayangkan pukulannya, tapi tidak berefek sama sekali; sebaliknya, dengan mudah Batman mendaratkan bogemnya yang membuat Joker kelabakan. Meskipun demikian, Joker terus tertawa.

Batman melempar Joker hingga hampir terjatuh dari gedung, tapi dia memegang kerah bajunya. Joker sudah tahu dengan kebiasaan ini, dia tahu Batman tidak akan pernah membunuh musuh-musuhnya.

“Ada kata-kata terakhir?” Tanya Batman.

“Ada! Tapi pertanyaan...”

“Katakan!”

“Kapan nikah?”

“Hah, aku sudah kebal dengan itu, yang lain!”

“Baik...”

“Apa kelemahan Superman?”

“Batu kripton!”

“Terlalu mudah, berikan pertanyaan yang lebih sulit!”

“Hmmm... baiklah...” Joker mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya, “berbicara tentang batu kripton, kamu tahu ini apa?”

Batman memandang tajam ke tangan Joker.

“Apa? Aaah... tidaaak!”

“Hehehehehe... kenapa Man?”

“Sialan kau Joker! Jangan buah peria itu! Aaargh!”

“Hahaha...” Joker tertawa puas, “kamu sama seperti Superman, sama-sama superhero yang memiliki kelemahan!”

“Tidak... Joker, plis!”

Batman melepaskan pegangannya. Membuat Joker langsung terjatuh dari puncak gedung 10 tingkat tersebut.

“Oh sial...” kata Joker.

Duak! Tubuhnya menghantam beton. Dia langsung tewas. Belum cukup sampai disitu, sebuah truk pengangkut sampah melewat dan... craaak! Tamatlah riwayatnya.

Jumat, 04 Desember 2015

Pelesetan Transformers: Kejeniusan Megatron

Suatu hari, Decepticon mendatangi Jakarta untuk mencari Sam yang kabur dari Amerika Serikat. Sam memegang sebuah kacamata yang menyimpan koordinat lokasi The Cube.

Setelah penyamarannya terbongkar oleh aksi konyol agen Sector Seven yang dipimpin oleh Simon, Decepticon membuat kerusakan disana-sini. Autobot segera datang untuk melawan, tapi mereka dapat dipojokkan. Pasukan Indonesia yang datang pun berhasil dihancurkan dengan mudah.

Ketika Megatron akan membunuh Optimus, senjata di tangannya tiba-tiba macet. Kemudian dia melihat ke lubang senjatanya sambil dikocok-kocok.

Duar!

Senjata pamungkas tersebut meletus dan meledakkan kepala Megatron berkeping-keping. Peluru energinya tembus hingga mengenai dada Starscream yang berdiri di belakangnya.

Duar!

Dada Starscream pun meledak. Kedua pentolan Decepticon tersebut langsung rubuh ke tanah tak bergerak lagi.

Melihat keduanya mati, anggota Decepticon yang lain menjadi kalang kabut. Optimus segera mengambil kesempatan, dan langsung menghajar para Decepticon, diikuti oleh Autobot lainnya.

Akhirnya semua Decepticon dapat dihabisi. Dunia terselamatkan. Sam dan Mikaela yang dari tadi menonton dari kejauhan segera datang ke TKP.

“Waw... kukira Megatron benar-benar jenius.” Kata Sam.

Rabu, 02 Desember 2015

Orangtua Selalu Benar

Pagi itu, setengah berlari Agus menuju sebuah ruangan yang terletak di pojok lorong gedung. Sampai di depan pintu, dia melihat seorang bapak-bapak bertubuh tinggi besar sedang duduk di kursi depan kelas.

“Pagi pak, maaf telat.”

“Silahkan duduk Gus.”

Pak Domo, itulah nama dosen tersebut. Selain mengajar mata kuliah Matematika di kelasnya saat ini, dia juga mengajar mata kuliah Fisika dan Statistika di kelas lainnya.

“Yang lainnya kemana Gus?” Tanya pak Domo sambil membagi-bagikan kertas soal ujian.

“Gak tau pak, gak liat sama gak ada kabar.”

Melihat soal ujian tersebut, Agus terpana sambil menggaruk-garuk kepalanya.

***

Satu jam lewat lima belas menit pun berlalu. Belum ada satupun soal yang dijawab Agus. Matanya tampak berat, dan rambutnya acak-acakan. Waktu yang tersisa tinggal lima belas menit lagi.

Pak Domo merogoh saku bajunya, “halo?” Lalu berjalan keluar kelas. Sampai 5 menit dia belum kembali.

Agus segera memanfaatkan kesempatan tersebut dengan menghampiri Fikri dan Nida. Tanpa basa-basi dia langsung menyalin apa yang ada di kertas jawaban mereka berdua.

***

Minggu depannya ketika bertemu kembali dengan kuliah Matematika, pak Domo memberikan kertas jawaban ujian pada Agus.

“Nyontek darimana Gus?”

Jantung Agus langsung berdetak kencang. “Anu pak... mmm...”

“Ini kok jawabannya dari nomer 1 sampai 10 sama dengan Fikri, sisanya dari 11 sampai 20 sama dengan Nida?”

“Yang lainnya juga jawabannya ada yang sama, tapi kayaknya cuman kamu aja yang nyontek ke Fikri sama Nida, kenapa Gus? Padahal jawaban mereka juga banyak yang salah.”

“Itu pak... mmm...”

“Iya Gus?”

“Soalnya mereka kan suami-istri dan udah punya anak, saya kira jawaban mereka bakalan benar semua, soalnya kan orangtua selalu benar.”

Pak Domo mengangkat tinggi alisnya. “Kata siapa itu Gus?”

“Kata ibu saya pak...”

“Hmmm...” pak Domo mendekati Agus, kemudian mengangkat jempolnya tepat di depan muka Agus.

“Benar sekali Gus, seratus buat kamu!”

“Besok ke ruangan samping laboratorium komputer ya, remedial!”

“Aduh pak...” Agus menempelkan tangannya ke jidat.

Kamis, 19 November 2015

Misteri Gantung Diri

Brak! Suara pintu dibanting yang menggetarkan jendela, terdengar sangat jelas. Eka berlari menyusuri kamar-kamar kos di sebelah kirinya. Wajahnya terlihat merah dengan kedua matanya yang terbuka lebar.

Dia mengetuk beberapa kamar, tapi tidak ada respon. Keadaan begitu sepi, seakan seluruh penghuninya tidak berada di dalam. Padahal bukan hari libur.

Di depan, dia bertemu dengan Dadan, pemilik warung sebelah yang dekat dengan para penghuni kos.

“Neng Eka, sore gini kok lari-lari kayak dikejar hantu, ada apa?”

Eka memegang pundak Dadan. “Pak... tolong saya pak...” Nafasnya tersengal-sengal sambil menunjuk-nunjuk ke arah kosan.

“Gina pak... Gina...”

“Kenapa?”

“Dia bunuh diri di kamar.”

Beberapa saat kemudian, datang Hani, teman kuliahnya, tapi tidak ngekos disana.

“Hey ada apa sepertinya ada masalah?”

“Ah nanti dijelasin neng, sekarang ikut aja ke dalam!”

***

Mereka bertiga berlari menuju kamar yang terletak di ujung.

Dengan wajah tegang, Dadan dan Hani memasuki kamar tersebut.

“Hah... mana?” Tanya Hani.

Eka menggaruk-garuk kepalanya kebingungan. “Tadi disini...tadi disini dia gantung diri pake kabel!”

“Tapi ini gak ada neng?” Kata Dadan.

“Kamu ngelindur?” Tanya Hani.

“Aku gak bohong Ni, tadi aku bener-bener ngeliat dia ngegantung disini... disini!”

“Ah kamu mungkin lagi stres gara-gara kebanyakan tugas, gapunya uang, atau lagi guntreng sama si aa.” Kata Hani sambil memegang pangkal lengan kanan Eka. “Udah sekarang mah gini aja, kita ke warung Pak Dadan nenangin diri, tenang, ntar aku yang bayar.”

***

Mereka bertiga berjalan pelan. Dadan dan Hani meliuk-liuk ke setiap penjuru.

“Sepi sekali.” Kata Dadan.

Wajah Eka masih tampak bingung, dia tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.

Hani memegang pundaknya, “Menurut penelitian, dibanding laki-laki, perempuan lebih mudah berhalusinasi ketika mengalami masalah. Itulah kenapa perempuan tidak boleh melakukan pekerjaan berat yang menguras banyak tenaga, baik pikiran maupun fisik.”

Eka tidak membalas omongan Hani.

“Ada juga yang bilang kalau untuk menyadarkan orang yang sedang berhalusinasi, seperti tidak merespon pembicaraan temannya adalah...”

“Dengan menceburkannya ke air!”

Hani mendorong Eka ke sebuah kolam ikan disampingnya. Beruntung ikan di kolam tersebut sedang tidak ada.

Eka langsung bangkit dan memandang ke arah Hani sambil menyibak rambutnya yang basah menutupi mata. Dia melihat beberapa orang yang dikenalnya keluar dari kamar kos. Beberapa dari mereka membawa kertas besar yang bertuliskan: SELAMAT ULANG TAHUN YANG KE-20 EKA

Kemudian datang Gina sambil membawa bolu yang sudah dipasangi lilin yang menyala. Dia menyodorkannya pada Eka yang masih terpaku di kolam.

“Tiup Ka!” Kata Gina.

“Liat itu zombie nyuruh niup lilin.” Kata Hani.

Eka meniup lilinnya sambil senyam-senyum. “Sialan, aku lupa kalau sekarang bulan April.” Gerutunya dalam hati.

“Wah konspirasi tingkat tinggi sampe ngelibatin Pak Dadan.” Kata Eka.

“Hehe... maap neng...” kata Dadan.

Para penghuni kos yang lain keluar dari dalam kamarnya menonton Eka sambil tertawa-tawa.

Gina terus cekikikan puas meski terkadang mengusap-ngusap lehernya yang nampak merah.

“Untung dia gak lama-lama ngeliatin aku ngegantung, kalo iya, bisa mati beneran aku.” Katanya dalam hati.

Minggu, 27 September 2015

Lembur

Hari ini mungkin adalah hari yang kurang mengenakkan bagi Anton, dimana dia diharuskan lembur secara mendadak oleh bosnya. Biasanya dia diberitahu sehari sebelumnya, tapi setelah bosnya diganti oleh seorang ibu-ibu, semuanya berubah; termasuk uang lembur yang berkurang, malah terkadang telat atau tidak diberikan.

Malamnya, setelah mengerjakan tugas yang bertumpuk, Anton merasa lapar. Jam menunjukkan pukul 20.30. Kebetulan sekali di ruangan itu ada Dita yang ikut lembur bersamanya. Usia Dita 5 tahun lebih muda, parasnya cantik; katanya ada beberapa karyawan yang kepincut padanya, tapi ditanggapi dengan dingin.

“Mau nasi goreng, atau lebih mewah, pizza?” Tanya Anton.

“Ah tidak usah repot-repot, saya makan di rumah saja.”

“Hmmm… tapi nanti juga mau kan?”

Dita tersenyum kecil.

“Eh, pake parfum apa sih, kok gak biasanya… baunya alami gini seperti aroma bunga-bungaan, biasanya kan wangi parfum merek Versace itu deh kalo gak salah.”

Dita kembali hanya tersenyum kecil.

***

Setelah memakan nasi goreng yang dibeli di depan kantor, muncul bisikan-bisikan di telinga Anton sebelah kiri.

“Kamu lihat perempuan itu? Tubuhnya menggairahkan, kulitnya bersih kuning terang, matanya tajam, hidungnya mancung, bibirnya tipis, dan rambutnya lurus panjang. Apakah kamu tidak tertarik untuk mencobanya?”

“Tidak…” kata Anton dalam hati.

“Benarkah?”

Jantung Anton mulai berdegup kencang, nafasnya naik-turun, matanya terus memperhatikan Dita, otaknya mengimajinasikan sesuatu.

Dia berdiri, berjalan perlahan mendekati Dita.

Kembali muncul bisikan, kali ini di telinga kanannya.

“Berhenti, jangan lakukan perbuatan tercela itu!”

“Apa kamu mau saudarimu, bibimu, nenekmu, bahkan ibumu sendiri diperlakukan seperti itu?”

“Dan lebih parahnya lagi, kelak istrimu kalau sudah menikah nanti?”
Langah Anton terhenti, berdiri terpaku.

“Kamu kenapa?” Tanya Dita.

“Oh… tidak… tidak apa-apa, ini perut sepertinya kepenuhan, jadi perlu diberdirikan….”

***

Keesokan paginya, Anton terpaksa izin datang terlambat ke kantor karena harus menolong tetangga yang rumahnya kebakaran. Mobil pemadam kebakaran tidak bisa masuk ke perumahan sempit itu, jadi dia harus bulak-balik mengambil air dari beberapa rumah warga.

Beruntung api tidak keburu membesar, dan dapat segera dipadamkan.

“Fiuh… syukurlah.” Kata Anton di ruang TV.

Tak lama kemudian, ponselnya berdering.

“Halo?”

“Halo Anton?”

“Iya?”

“Kabar duka, rekan kerja kita ada yang meninggal.”

“Siapa?”

“Dita.”

“Apa? Semalam aku lembur bersamanya…”

“Hah, kamu mabok? Dini hari tadi jasadnya ditemukan warga di pesawahan, menurut Polisi dia menjadi korban pemerkosaan sekaligus perampokan.”

“Sumpah aku tidak mabok, dan aku tidak pernah mabok… semalam aku lembur bersama Dita…”

“Mungkin kamu lelah ketika lemburnya, jadi berhalusinasi.”

“Sumpahnya, tidak!”

“Ya ya ya… lebih baik sekarang kamu kesini saja.”

Senin, 31 Agustus 2015

Simpati di Tengah Terik

Ini adalah masa yang berat
Aku membayangkan mereka disana
Yang keadaannya lebih buruk dariku
Andai bila aku mampu
Akan kuulurkan tanganku ini
Tapi sayangnya... aku tidak mampu

Maafkan aku saudara-saudariku
Hanya bisa menyaksikan
Namun aku selalu mendoakan kalian
Yakinlah...
Terik ini pasti berakhir
Dan air sungai akan mengalir kembali

Rintihan Pada Langit

Langit, sudah lama engkau berdiam diri...
Seakan hanya menonton semua lalu-lalang kami...
Kami tahu banyak dari kami yang bertinggi hati...
Mengangap semuanya terjadi hanya karena alami...

Maafkanlah sebagian dari kami yang cenderung berpaku...
Menyaksikan kebanyakan dari kami yang berhati batu...
Kami mohon turunkanlah air itu...
Karena kami tak mampu lagi menunggu....

Jumat, 21 Agustus 2015

Cerita Untuk Sekutu-Sekutuku

Terkadang, teringat masa-masa itu
Yang gelap... tanpa arah... tanpa harapan...­
Ketika kubandingkan dengan sekarang
Aku sadar... aku patut bersyukur

Betapa bodohnya aku jika ingin kembali ke masa itu
Dan betapa sombongnya aku jika tidak mau mengambil pelajaran

Sekutu-sekutuku, ketahuilah...
Aku menyampaikan cerita itu
Supaya kalian tidak mengalami kegelapan yang sama denganku
Dan mengambil hikmahnya
Demi kebaikan kalian

Kamis, 20 Agustus 2015

Kerajaan yang Dijanjikan

Malam itu aku termenung
Memandangi langit dengan berurai air mata
Hatiku terus bertanya, kenapa?

Aku tahu itu bukanlah akhir dari segalanya
Itu hanya bagian dari cerita yang panjang
Tentang sebuah kerajaan yang harus berganti masa

Tapi...
Aku hanyalah manusia biasa
Kejadian itu begitu mengguncangku
Mengaburkan antara ilusi dan kenyataan

Aku yakin, generasi pilihan itu pasti muncul
Generasi terbaik yang akan menjadi penerus
Yang akan berkuasa dengan keadilan
Yang akan berkuasa melawan kelaliman
Jika bukan sekarang... mungkin esok... atau lusa... atau nanti
Ketika waktunya tiba
Yang mengisi masa baru kerajaan itu
Kerajaan yang dijanjikan

Senin, 17 Agustus 2015

Kesatria dari Para Eksodus

Apakah kamu mendengar tuntutan mereka?
Apakah kamu merasakan penderitaan kita?
Apakah kamu melihat bagaimana mereka menindas?
Mungkin kami belum mengenalmu
Siapa dirimu, apakah kami bisa mempercayaimu

Kemudian, datanglah hari itu
Dimana semuanya tampak suram
Dimana hati serasa tak menentu
Dimana air mata mengalir deras
Haruskah kami meninggalkan tanah ini?
Tanah yang telah membesarkan kami

Ya, kami harus pergi!
Tapi kami tinggalkan pada mereka reruntuhan!

Kita pun tahu tak ada alasan lagi untuk menolak semua itu
Tapi kamu berkata, masih ada harapan
Walau hanya sedikit penerang bagi kegelapan ini

Dan... terjadilah kejutan itu
Menggetarkan hati kami dan mereka
Membesarkan jiwa kami dan menyiutkan nyali mereka

Kamu telah berubah menjadi abu, abu yang mulia
Bersama mereka, para perampok itu, abu yang hina
Sejak itulah kami mengenalmu
Sejak itulah kami menangisi kepergianmu
Sejak itulah kami merindukan orang sepertimu
Dan mulai saat itulah kami takkan melupakanmu

Kami akan terus mengenangmu
Kesatria dari para eksodus
Semoga kamu tenang di alam sana

Minggu, 16 Agustus 2015

Sang Jawaban dari Harapan

Kami tidak pernah menduga kedatangannya
Tapi dia bagaikan bulan yang menerangi kegelapan malam
Gerak-geriknya seperti tak kasatmata
Tapi akibatnya terasa nyata
Seperti hujan di padang pasir

Kami tidak kenal siapa lelaki ini
Tapi sepertinya dia bukan orang sembarangan
Namun bukan pula keturunan bangsawan

Sebagian orang menjadi dengki padanya
Yang menyeret pada kebencian
Sehingga mendorong melakukan pengrusakan
Dengan berbagai alasan untuk pembelaan

Aku yakin dialah orangnya
Yang terpilih untuk menyelesaikan semua masalah ini
Tapi aku berharap tak berhenti di dia saja
Ada sesudahnya yang melanjutkannya

Rabu, 05 Agustus 2015

Reuni dan Harga

Seorang perempuan muda berusia 23 tahunan tampak sedang mencari-cari sesuatu di tengah keramaian. Matanya melirik kesana kemari, menyapu setiap orang-orang yang berkumpul.

Matanya terhenti di sebuah saung yang di dalamnya terdapat spanduk bertuliskan Buka Bersama dan Reuni Alumni SMAN-26 Angkatan-44.

Nisa, Nisa, sini! Cepetan, bentar lagi buka! kata salah seorang perempuan.

Sebagaimana lazimnya acara reuni, semua yang hadir saling berbagi cerita satu sama lainnya, bernostalgia dengan masa lalu.

Nisa... masih inget aku gak? Tanya Desi.

Eh... Desi... inget lah, hahaha! Jawa Nisa.

Percakapan Desi dan Nisa berlanjut hingga waktu mendekati pukul 21.30. Sepertinya aku harus segera pulang. Kata Nisa dalam hati.

Nis... liat-liat HP terus, kenapa, disuruh pulang? Tenang, ntar kita pulangnya bareng, maksudnya keluar dari sininya bareng.Kata Desi.

Iya deh.

Eh coba liat HP kamu dong.Pinta Desi.

Desi mengamati sampai ke bagian yang mendetail. Dia mencoba mengintip isinya, tapi dikunci oleh password. Emh dasar... gerutunya dalam hati.

Berapaan sih HP kamu?

Sejuta dua ratusan lah Des.Jawab Nisa.

Ouh, pantesan. Belinya yang kayak aku Nis, empat juta, bela-belain nih, biar kualitasnya juga mantap. Kalo dibawah satu koma lima sih, biasanya HP buat cupu, hehehe.

Cupu bagaimana maksudmu Des?

Ya buat anak kecil, kameranya kurang, baterenya cepet abis, casing-nya dari plastik mainan. Buat golongan bawah lah.

Nisa langsung memasukkan HP-nya kedalam tas. Maaf teman-teman, saya pulang duluan, ini adik minta dijemput.

Kalem Nis, nih abisin dulu bolunya, aku kan sekarang ulang tahun, jadi sekalian gitu. kata Fani, temannya yang lain.

Nisa setengah tersenyum, Oh makasih Fan, tapi maaf gak bisa, sampai ketemu lagi nanti ya! Kemudian dia meninggalkan saung, menuju ke tempat parkiran untuk mengambil sepeda motornya.

Jumat, 31 Juli 2015

Kotak Hitam

Pagi itu, Rania terbangun oleh suara nyaring mesin pemotong rumput yang masuk kedalam kamarnya. Di sebelah kanan, dia mendapati kursi belajar menghadap kearahnya. Di atas meja, terdapat sebuah kotak hitam yang berisi bolu stroberi, beserta sepucuk kertas bertuliskan, Semoga Cepat Sembuh Rania! (Tita). Dia tersenyum melihatnya.

Dengan lemas, dia berusaha bangkit dari ranjang untuk meminum obat yang terletak disamping TV.

Kemudian dia mengambil HP dan mengirim pesan pada seorang sahabatnya, “Tita, makasih bolunya! Eh kenapa semalem gak ngebangunin aku aja? Jadi gak enak eung... aku serasa nyuekin kamu.

Karena efek obat yang baru saja dia minum, Rania kembali tertidur.

***

Tengah harinya.

Tring... tring... tring!HP Rania berbunyi, tanda ada panggilan masuk.

Halo?

Halo Ran?

Iya Ta?

“Ran, tadi pagi kamu nge-SMS ke aku?

Iya...

Aku gak ngerti, maksud kamu bolu apa, soalnya semalem aku gak ke kosan kamu. Kamu ngelindur? Malahan malem ini udah maghrib aku sama Yeni mau kesana ngejenguk kamu.

Hah? Tapi di kotak bolu itu ada tulisan, Semoga Cepat Sembuh Rania!, di bawahnya ada tulisan Tita pake tanda kurung. Ditulis pake spidol warna merah.

Sumpah Ran, semalem aku gak ke kosan kamu!

“Tapi waktu aku bangun, kursi belajarku ngehadap ke ranjangku, aku pikir mungkin semalem kamu duduk disitu sambil senyam-senyum ke aku, padahal dari siangnya, itu kursi posisinya ada di pojok.”

“Hah? Bisa gerak sendiri gitu itu kursi?

Setelah percakapan selesai, sambil menggaruk-garuk kepala, Rania keluar kamar dan bertanya pada satpam kosan.

Gak ada neng, semalem gak ada yang nanyain neng. Orang selain penghuni sini juga gak ada yang masuk.Jawab pak satpam.

Rania pun bertanya pada ibu kos dan penghuni lainnya. Semua jawabannya sama dengan pak satpam.

Sambil memegang dahinya, Rania kembali ke kamar. Disana dia mendapati bolu stroberi di dalam kotak tadi telah berubah menjadi sepotong daging manusia yang berlumuran darah. Di samping kotak, terdapat sepucuk surat dengan tulisan, “Setelah kamu sembuh, aku akan mengajakmu jalan-jalan ke tempat yang indah, kemudian kita akan mengunjungi kilometer-24 pukul 22 malam, dimana di tempat itu dan jam itulah kita bertemu untuk pertama kalinya, tapi kali ini kamu tidak akan pergi dariku sayang, kita akan bersama, untuk selamanya.”

Rabu, 29 Juli 2015

Sebuah Lagu Belanda

Di sebuah desa yang terletak di selatan Bandung, tepatnya di daerah Pangalengan, terdapat satu rumah peninggalan seorang bangsawan Belanda yang bernama Karel Theodorus. Tidak seperti kebanyakan elit Belanda lainnya yang condong menindas pribumi, dia bersikap baik pada warga sekitar. Kekayaannya digunakan untuk mengurus peternakan sapi dan perkebunan teh yang dia kelola, sekaligus menjadi sumber penghidupan utama bagi warga di desa itu.

Ketika terdengar kabar bahwa Hindia Belanda tak dapat dipertahankan lagi dari serbuan Jepang, setelah armada kapal perang sekutu dikalahkan di laut Jawa, Karel menulis sebuah lagu yang berjudul "Neervallen", sebuah lagu yang mengungkapkan kesedihannya karena Hindia Belanda harus jatuh ketangan Jepang. Hampir setiap malam dia memainkannya.

Ternyata, pasukan Jepang mendarat lebih cepat dari yang diperkirakan, mereka hampir ada di seluruh penjuru Nusantara. KNIL (tentara Hindia Belanda) tidak mampu berbuat banyak. Hampir seluruh warga sipil Belanda terjebak tidak dapat meloloskan diri ke Australia, dan mereka menjadi korban kekejaman tentara Jepang.

Karel bersama istri dan dua orang putrinya mencoba bersembunyi di ruang bawah tanah rumahnya. Tapi berhasil ditemukan oleh sekelompok tentara Jepang. Karel sekeluarga tewas di halaman rumah dengan cara disembelih hidup-hidup menggunakan pedang. Seluruh aset kekayaannya dirampas, tapi entah kenapa komandan kelompok tentara Jepang tadi menyuruh agar rumahnya dibiarkan utuh. Mayat Karel dan keluarganya dikuburkan di dekat pemakaman pribumi.

***

72 tahun kemudian, Yandi, seorang wartawan majalah ternama dari Jakarta datang ke desa tadi untuk mencari tahu tentang rumah Karel yang nantinya akan dibahas di majalah tersebut.

Seperti kebanyakan bangunan peninggalan zaman kolonial lainnya, rumah Karel dipenuhi oleh berbagai cerita mistis. Sayang, kini kondisinya mulai tak terurus, tapi barang-barang di dalamnya masih utuh, termasuk sebuah piano dan lembaran-lembaran lagu Neervallen. Konon menurut warga sekitar, jika ada yang masuk ke rumah Karel, kemudian memainkan lagu Neervallen menggunakan piano yang ada di dalamnya seorang diri saat suasana sedang sepi, kapanpun itu, maka setelah lagu selesai dimainkan, akan didatangi oleh sosok Karel bersama keluarganya sambil tersenyum.

Yandi yang menyukai tantangan, ingin membuktikan kebenaran cerita tersebut.

Pada suatu tengah siang, Yandi masuk kedalam dan menjelajahi rumah bertingkat dua itu yang ditambah dengan ruangan bawah tanah.

Di kamar Karel, tempat dimana piano itu berada, dia memainkan lagu Neervallen. Layaknya musik-musik Eropa abad 18 dan 19, lagunya panjang, bertempo lambat, dan bernada sedih. Yandi tidak menyanyikan liriknya karena tidak bisa berbahasa Belanda.

Di tengah lagu, dia tidak merasakan keanehan apapun; namun memasuki akhir lagu, dia merasa, hawa ruangan yang tadinya sejuk menjadi dingin, sedingin malam. Disitulah bulu kuduknya mulai berdiri, keringat dingin mulai membasahi tubuh. Dia mencoba berhenti, namun jari-jarinya terus menekan tuts seakan ada yang menggerakkan untuk menyelesaikan lagu itu.

Setelah lagu selesai dimainkan, mendadak kedua telinganya berbunyi ngiiing; kemudian, ketika dia melihat ke arah kanan, dia melihat sesosok laki-laki tinggi tanpa kepala berpakaian ala bangsawan Belanda dahulu, berdiri menghadapnya; di samping kirinya berdiri sesosok tubuh yang lebih pendek, menggunakan seragam tentara Jepang yang khas, kulitnya kuning, namun wajahnya rusak seperti habis terkena bom, tangan kanannya memegang pedang Katana, sedangkan di tangan kirinya dia menenteng kepala Karel yang menangis, dengan kulit putih yang pucat.