Senin, 21 November 2016

Lihat, Dengar, dan Rasakanlah

Kawan... lihat, dengar, dan rasakanlah...
Hujan turun lebih deras...
Angin bertiup lebih kencang...
Anjing menggonggong lebih nyaring...
Dan para gerombolan itu semakin erat...
Semakin erat memegang topeng dan jubahnya...
Takut kalau hujan dan angin melucuti keduanya...
Pantaskah kita terus mengeluh dengan keadaan sekarang?
Kenapa kita tidak mengambil hikmahnya?
Badai pasti kan berlalu...
Tapi sayang jika melewati hikmahnya....

Selasa, 15 November 2016

Senyuman Matamu

Aku ingin kamu tahu...
Bahwa aku merindukan sesuatu...
Dan sesuatu itu ada pada dirimu...
Apakah sesuatu itu?
Sesuatu itu adalah... senyuman matamu...
Senyuman yang takkan pernah menipu...
Senyuman yang datangnya langsung dari hatimu...
Senyuman yang membuatku tak bosan memandangimu...
Senyuman yang sulit terlupakan meski ditelan waktu...
Senyuman yang... seindah mentari di awal waktu....

Jumat, 11 November 2016

Momen Kutemukan Rasa Itu

Dalam derasnya hujan di sore ini...
Dan kencangnya hembusan angin yang dingin...
Aku teringat pada satu momen...
Momen yang sulit terlupakan...
Saat itu kulihat ada sesuatu yang tersembunyi...
Sesuatu itu adalah... rasa...
Rasa yang tidak biasa...
Rasa yang berbeda dengan rasa yang lainnya...
Rasa yang hanya kutemukan dalam dirimu...
Momen itu adalah... 
Saat aku menatap kedua matamu....

Rabu, 02 November 2016

Perkataan Terakhirmu

Jika aku dapat mengembalikan waktu...
Maka aku akan kembali ke saat itu...
Ketika aku berada di sampingmu...
Bersama-sama diatas tebing itu...
Memandangi hamparan hutan yang hijau...
Yang atasnya tertutupi oleh kabut putih...

Masih ingat aku ketika sambil tersenyum kamu berkata:
"Aku berharap, suatu hari nanti kita akan kesini lagi..."
Itu masih sangat membekas dalam kepalaku...
Dan setiap kali aku mengingatnya...
Rasa rindu itu selalu muncul...
Namun rasa rindu itu tetaplah rasa rindu...
Selama 'saat itu' masih menjadi pertemuan terakhir kita...
Kuharap aku segera dapat bertemu kembali denganmu...
Kuharap....

Senin, 24 Oktober 2016

9000 Cara 'tuk Menjatuhkanmu

Demi mata kepalaku sendiri...
Mereka tidak memperjuangkan kami...
Mereka hanya menjadikan kami alasan...
Untuk menjatuhkanmu... ya...
Mereka berjuang 'tuk menjatuhkanmu...
Karena mereka membenci dirimu...
Kami tidak pernah membencimu...
Kami menginginkanmu tetap disini...
Mereka memperjuangkan apa yang kami sebut...
9000 cara 'tuk menjatuhkanmu...
Fitnah... mencari-cari kesalahan... 
Dan masih banyak lagi...
Mereka tidak memperjuangkan kebenaran...
Mereka memperjuangkan tujuan sendiri...
Dan tujuan itu tidaklah baik....

Jumat, 21 Oktober 2016

Hawa Panas yang Kembali

Apakah kamu merasakannya, tresna?
Hawa itu... hawa panas yang kembali...
Hawa panas para raksasa merah...
Menyebar ke setiap penjuru negeri...
Membangkitkan kembali rasa siaga...
Dan memunculkan kembali... sedikit rasa takut...
Mereka akan datang kembali kesini...
Yang berarti...
Mereka akan kembali membuat kerusakan...
Mereka memang...
Takkan pernah menyerah 'tuk memusnahkan kita...
Kuharap kamu merasakannya juga, tresna...
Sehingga kamu dapat mempersiapkan diri...
Bersama... 'tuk membela negeri ini....

Minggu, 16 Oktober 2016

Jalan Dibawah Pepohonan

Melewat lagi dijalan ini... jalan dibawah pepohonan...
Setelah sekian lama tak bertemu... bertahun-tahun lamanya...
Kerinduan akan suasana sejuknya... akhirnya terobati...
Begitupun kerinduan akan suasana damainya...
Aku ingat dengan suara dedaunannya yang terkena angin...
Aku ingat dengan baunya yang khas ketika hujan turun...
Aku ingat dengan nyala lampu-lampunya di malam hari...
Aku ingat dengan semuanya... aku ingat...
Dan itu semua sulit untuk terlupakan...
Terlalu kuat tertanam di ingatanku...
Jalan itu... jalan dibawah pepohonan...
Sekarang aku disini... sedang berjalan diatasmu....

Sabtu, 15 Oktober 2016

Lagu Itu

Kamu yang berada jauh disana... 
Kuharap kamu sedang berpikir sama denganku...
Tentang sebuah lagu... 
Lagu yang pernah kita buat...
Lagu yang pernah kita nyanyikan...

Ketika momen itu... ketika hujan turun dengan derasnya...
Membasahi taman yang menjadi pemandangan kita...
Ketika matahari tidak menampakkan sinar petangnya...
Hanya cahaya remang-remang yang menerangi...
Tapi saat itu menjadi kenangan bagi kita...

Iramanya mudah diingat, tapi tidak klise...
Liriknya tidak terlalu puitis, tapi artinya dalam...
Kita bernyanyi pelan, namun lepas...
Dibawah lindungan atap itu...
Dan diselimuti udara dingin sore...

Masih ingatkah lagu itu... masih ingatkah?
Kuharap kamu masih mengingatnya...
Karena itu bisa perlahan menghilang...
Hingga akhirnya... lenyap...
Dan kita takkan bisa mengulangi lagi keindahan saat itu....

Minggu, 09 Oktober 2016

Kakek Penjual Jagung Manis

Dibawah rimbunnya pepohonan taman...
Seorang kakek sedang duduk tenang...
Berlindung dari sengatan sinar matahari siang...
Matanya tampak lelah namun penuh harapan...
Berharap dagangannya hari ini ada yang beli...
Namun sayang... tak ada seorangpun yang beli...

Dagangannya tidaklah macam-macam...
Hanya beberapa jagung rebus manis...
Ingin ku membelinya, tapi tak ada sepeserpun uang...
Walau sejujurnya aku sedang tak lapar...
Namun demi berbuat baik... itu tak jadi masalah...
Mungkin besok aku akan membelinya...

Ketika aku kembali keesokan harinya, kakek itu tidak ada...
Begitupun besoknya, besoknya lagi, dan besoknya lagi...
Hingga seminggu berlalu, seseorang memberitahuku...
Bahwa kakek itu takkan pernah ada lagi di taman...
Karena kakek itu... telah meninggalkan dunia...
Aku begitu menyesal karena melewatkan kesempatan ini...
Kesempatan untuk berbuat baik...
Tapi tak ada cara bagiku untuk mengembalikkan kakek itu...
Selamat jalan kakek, semoga tenang disana....

Sabtu, 08 Oktober 2016

Sebuah Rumah di Pinggiran Kota

Disana... di suatu tempat... di pinggiran kota...
Di pemukiman yang sepi... jauh dari hingar bingar manusia dan mesin...
Dikelilingi pepohonan yang rimbun... dan diselimuti udara yang sejuk...
Terdapat sebuah rumah... tak terlalu besar, tak terlalu kecil...
Hanya memiliki satu tingkat, yang juga tak terlalu tinggi...
Halaman belakangnya luas... menghadap ke perkebunan subur...

Rumah itu bukan sekedar rumah...
Begitu banyak cerita... tawa dan tangis... hujan dan kemarau...
Semuanya menumpuk menjadi kenangan...
Kenangan yang sulit dilupakan dan terlupakan...
Dari sejak masa kanak-kanak, hingga masa remaja tua...
Sayangnya... sekarang rumah itu telah membisu...
Tak ada aktivitas apapun yang tampak dan terdengar...
Selain suara hembusan angin yang mengisi kekosongan...

Dalam hitungan beberapa hari...
Rumah itu akan dihilangkan dari atas tanah...
Sehingga aku harus mengucapkan selamat tinggal padanya...
Yang artinya selamat tinggal pada semua kenangan...

Rumah itu... rumah di pinggiran kota...
Dia memang akan lenyap... tapi tidak dengan semua kenangannya...
Selamat tinggal... dan selamat sore....

Rabu, 05 Oktober 2016

Benci dan Cinta

Masih terduduk aku dipinggir kasur butut ini
Memandang ke arah jendela bersama segelas kopi
Pemandangan yang indah membuat ketentraman di hati
Tapi masih terasa hati ini yang tersakiti

Dan apakah yang membuat hatiku demikian
Yaitu sebuah kejadian yang sulit dilupakan
Bukan karena aku menyukai namanya pembalasan
Tapi karena bagiku ini adalah pelajaran

Kembali ke suatu waktu di masa lalu
Ketika aku masih menganggapnya sebagai saudaraku
Tapi ternyata dia tidak beranggapan sama kepadaku
Aku sadar ketika dia bersikap demikian padaku

Dari situ aku tahu terkadang orang bisa salah mengira
Penampilan yang mempesona bisa jadi semu belaka
Karena fakta dan realita bisa saling kontra
Maka aku percaya pada benci dan cinta ala kadarnya

Senin, 03 Oktober 2016

Menanti Sang Pemberani

Kemarilah kawan-kawan ku sekalian...
Duduklah bersamaku disini tak perlu segan...
Ditemani teh manis dan berbagai gorengan...
Sambil melihat luasnya pemandangan di depan...
Pemandangan yang begitu mengagumkan...
Disini pula aku ingin mengatakan...
Tentang semua itu yang selalu dipertanyakan...
Akan kujawab singkat itu semua rasa penasaran...
Bahwa kita hanya perlu kesabaran...
Kesabaran dalam sebuah penantian...
Karena itu sudah menjadi yang ditakdirkan...
Namun dalam penantian kita harus mempersiapkan...
Mempersiapkan suatu penyambutan...
Akankan ketika dia datang kita dalam kesemrawutan?
Tentunya tidak pantas bagi kita yang berperadaban..
Dia... dialah itu... sang pemberani...
Yang akan mengalahkan si raksasa berdaging besi...
Yang sampai sekarang masih berbuat kerusakan disana-sini...
Yang sampai sekarang masih belum terkalahkan, bahkan oleh aliansi...
Bukan karena kurangnya tenaga yang dimiliki...
Tapi karena kehendak sang Ilahi...
Dan ketika waktunya telah sampai...
Maka itu akan benar-benar terjadi...
Akan dikalahkanlah si raksasa berdaging besi...
Oleh yang ditakdirkan, yaitu sang pemberani....

Sabtu, 01 Oktober 2016

Menanti si Penari Membuka Topengnya

Jangan dulu beranjak dari kursi wahai kawan sekalian
Karena belumlah berakhir ini pertunjukkan
Sebentar lagi kita akan menyaksikan
Bagian yang dinantikan, bagian menegangkan

Oleh karena itu marilah kita menunggu
Sebentar lagi bagian ini akan berlalu
Dan akan segera berhenti mengganggu
Semua rasa penasaran kita itu

Ketika si penari itu membuka topengnya
Topengnya yang menampakkan wajah ramahnya
Pastinya kita dibuat penasaran olehnya
Seperti apakah wajah dibaliknya

Rabu, 21 September 2016

Doa Semoga 'tuk Kampung 'ni

Terbangun di pagi yang mendung
Mimpi semalam membuatku termenung
Tentang yang akan terjadi pada 'ni kampung
Apakah nanti kakek di sungai masih bisa mendayung?
Aku khawatir kalau tak bisa dia 'kan bingung

Tapi semoga saja itu tak menjadi nyata
Karena aku belum sanggup menghadapinya
Dan sekali lagi aku akan berdoa
Semoga saja itu tak menjadi nyata
Karena aku belum sanggup menghadapinya

Selasa, 20 September 2016

Perkenalan Dirimu

Kamu begitu percaya diri memperkenalkan diri didepan kami semua
Disertai banyak gurauan, berharap kami semua tertawa
Tapi kami hanya bisa tersenyum tanpa mulut terbuka
Karena hanya itulah yang kami bisa

Kepercayaan dirimu menurut kami begitu lucu
Bukan gurauanmu yang menurut kami tidak lucu
Mungkin kamu akan bertanya kenapa bisa begitu
Kami akan menjawab karena kamunya memang begitu

Baiklah kami akan memberitahu alasannya kenapa
Sebenarnya kami sudah mengetahui semuanya 
Sejak sebelum kamu berdiri di depan sana
Jadi mungkin kamu tahu apa maksudnya

Bagaimana kami bisa tahu semua itu?
Karena kamu menunjukannya sendiri melalui perilaku
Mungkin sekarang kamu baru menyadari itu
Dan itu telah menjadi penentu kami padamu

Senin, 19 September 2016

Memperhatikan Ucapanmu

Kamu bertanya, kenapa aku hanya duduk-duduk disini melihatmu
Aku jawab, itu karena aku sedang memperhatikan semua ucapanmu

Kamu bertanya, ucapan yang mana, sedangkan tiada terucap sepatah katapun
Aku jawab, semua ucapanmu setiap sebelum kamu melakukan apapun

Kamu berkata, kamu sedang melakukan tanpa berucap apapun
Aku jawab, ingat kembali semua ucapanmu setiap sebelum kamu melakukan apapun

Dan kamu tampak tidak mengerti
Kuberitahu kamu jika aku sedang memperhatikan semua ucapanmu dengan teliti

Dan jika kamu masih belum mengerti
Kuberitahu kamu sekali lagi

Aku sedang memperhatikan, semua yang kamu ucapkan
Dan yang kamu lakukan, adalah yang kamu ucapkan

Iya Itulah Kamu

Tiap kali aku bertemu denganmu
Jujur aku ingin mengaku
Bahwa aku selalu terpesona olehmu
Dan kamu harus tahu
Tidaklah mudah bagi kita untuk bertemu
Karena begitu langkanya waktu
Dan ada hal yang terasa lucu bagiku
Entah kenapa bisa begitu
Saat kutatap kedua matamu
Kamu menatap kedua mataku
Saat aku tersenyum padamu
Kamu tersenyum balik padaku
Dan saat aku tertawa didepanmu
Kamu ikut tertawa didepanku
Sungguh ini fenomena yang unik bagiku
Meski kamu tidaklah sama denganku
Iya itulah kamu
Orangutan yang ada di kebun binatang itu
Semoga mereka yang sama denganku 
Sadar untuk selalu menjagamu

Pengaduan Tentang Gengmu

Kamu datang padaku sambil menangis tersedu-sedu
Mengadu bahwa gengmu tak mau bersatu
Bersatu dalam semua peraturan yang dibuat olehmu
Kamu memintaku untuk membantumu
Membantu mempersatukan kembali gengmu
Tapi itu malah jadinya membebani hidupku
Dengan berbagai permintaan yang tak masuk akal bagiku
Dan malah membuat diriku seolah seperti pembantu
Aku mencoba menolaknya tanpa harus menyakiti hatimu
Tapi aku tahu kamu takkan pernah menyerah padaku
Sebelum semua keinginanmu terwujud berkat bantuanku
Apalagi jika itu adalah tentang gengmu

Pertanyaan Untuk Koar-Koarmu

Jika kamu selalu berkoar-koar padaku
Supaya bekerja keras demi masa depan negara kita
Maka aku ingin bertanya padamu sekali saja...
Apakah kamu menyadari...
Menyadari semua yang telah kamu lakukan adalah...
Pengrusakan moral anak-anak dan para remaja negara kita?
Kamu mendoktrin mereka supaya hidup seperti binatang di hutan rimba
Saling cakar, saling mangsa, dan saling terkam demi menjadi raja rimba
Kamu hilangkan agama dan budaya seperti menghapus guratan pensil diatas kertas
Apakah kamu lupa dirimu, diriku, dan mereka adalah manusia?
Itukah kerja kerasmu demi masa depan negara kita?
Merubah negara yang harmonis dan kaya akan keberagaman ini menjadi hutan rimba?
Yang didalamnya diisi oleh binatang-binatang buas yang liar?
Itulah pertanyaanku untuk semua koar-koarmu padaku

Senin, 12 September 2016

Kalian Mau Kemana

Kemana... kalian mau kemana?
Kenapa begitu tergesa-gesa mengemasi barang?
Seakan tempat ini tak ada artinya lagi
Padahal inilah dimana kalian lahir dan dibesarkan

Jika kalian begitu yakin dengan diluar sana
Maka peganglah keyakinan itu
Terkadang kebenaran itu tidak langsung tampak
Maka ketika kebenaran itu nyata sampai pada kalian
Apakah kalian mau menerimanya?

Jika kalian ingin pergi, maka pergilah
Tapi ingatlah dimana kalian lahir dan dibesarkan
Ingatlah dimana kalian dibentuk hingga seperti sekarang
Karena seringkali itulah tempat pulang setelah jauh berpetualang

Minggu, 11 September 2016

Seperti Angka Seratus Ribu

Apalah artinya memiliki ilmu yang luas seperti lautan...
Apalah artinya memiliki harta benda yang menumpuk seperti gunung...
Apalah artinya memiliki rupa muka yang elok seperi permata...
Apalah artinya memiliki tubuh yang kuat seperti besi...
Apalah artinya memiliki sekutu yang banyak seperti koloni semut...
Apalah artinya semua itu...
Apalah artinya...
Apalah artinya jika tanpa moral yang baik...
Seperti angka seratus ribu yang kehilangan angka 'satu'

Sabtu, 10 September 2016

Rumah yang Telah Berganti Penghuni

Ini adalah tempat dimana aku bisa mengenangnya
Tepat sebelum depan rumah di suatu gang pinggiran kota
Ketika dirinya menjulurkan kepalanya
Kemudian mengatakan ‘hai’ sambil tersenyum kepadaku
Begitu membekas ingatan itu... 
Ketika dinginnya sore terasa bersama hembusan angin
Dan matahari tidak sepanas saat tengah hari
Sekarang... aku kembali ke tempat ini, setelah sekian lama berlalu
Namun, aku tidak mengalami kembali kejadian saat itu
Dia... sudah pergi... entah kemana
Rumah itu kini telah berganti penghuni

Jumat, 09 September 2016

Kalian yang Dinanti

Ini aku, berjalan sendiri menyusuri kota di pagi hari
Meresapi sisa-sisa keheningan malam yang perlahan mulai menghilang
Burung-burung terbang kesana-kemari sambil bernyanyi
Bersiap menyambut kemunculan sang mentari yang tinggal sebentar lagi
Kemudian aku naik ke puncak bukit tertinggi
Memandangi hamparan kota yang luas
Cahaya mentari perlahan menerangi setiap bagian yang gelap
Penduduk tampak satu persatu mulai bangun dari tidurnya
Aku masih bertanya-tanya sambil melihat ke seluruh penjuru mata angin
Dari mana akan datangnya, itu yang selalu diceritakan
Kalian... wahai pasukan pembebas, pasukan terbaik
Bersama pemimpin kalian, pemimpin terbaik
Yang akan memusnahkan semua kesemenamenaan dan kebencian
Lalu menegakkan keadilan dan mendatangkan perdamaian
Kalian... yang dinanti-nanti, yang selalu diceritakan
Entah sampai kapan... tapi kalian takkan pernah berhenti dinanti-nanti

Senin, 05 September 2016

Trotoar yang Sama

Akhirnya... aku kembali menginjakkan kedua kakiku
Diatas trotoar pinggiran kota ini
Tempat yang sama dengan masa itu
Ketika aku menyebut-nyebut namanya padanya yang sedang berjalan didepanku
Tapi dia tidak memalingkan badannya, ataupun kepalanya
Ketika dia telah berada jauh dariku, baru dia melihat padaku
Tersenyum dengan mata yang sayu, lalu dia pergi dengan bus itu
Saat itu aku berpikir apakah aku dapat bertemu dengannya lagi
Waktu pun berlalu, dan...
Pikiran itu belum berubah hingga saat ini

Minggu, 04 September 2016

Seperti Malam Itu

Malam yang diselimuti hujan ini
Membuatku teringat pada malam yang sama
Namun... di masa yang berbeda
Aku terus berusaha mengingat-ngingatnya
Merangkai kembali setiap kepingan memori yang berserakan
Hingga akhirnya, aku berhasil menyusunnya
Lalu kupikir...
Lebih baik mulai seperti malam itu lagi
Seterusnya... hingga sebelum suatu waktu tiba

Jumat, 26 Agustus 2016

Penginap Bajingan

Tok tok tok... seseorang mengetuk pintu
Setelah dibuka... ternyata dia
Berniat untuk menumpang buang air
Kemudian menjadi menumpang tidur semalam
Tidak masalah, karena aku dianggap sahabat olehnya

Tapi lama kelamaan dia menjadi menyebalkan
Hampir setiap hari dia melakukannya
Dan selalu membawa perilaku dirumahnya
Yang mana perilaku tersebut tidaklah baik
Dia tahu aku tidak menyukainya, tapi dia berpura-pura tidak tahu

Mulutnya juga, seperti pedang yang tidak terlihat
Ketika didalam, dia berkata rumahku bersih padaku
Ketika diluar, dia berkata rumahku kotor pada kawan-kawannya
Itulah caranya memperlakukan yang dianggap sahabat
Dia terus melakukannya, dan terus melakukannya, bukan hanya kepadaku saja

Rabu, 24 Agustus 2016

Etika Makan

Makan yuk makan
Siapa yang selama hidupnya tidak pernah makan
Kita manusia butuh makan
Tapi jangan melewati garis peringatan
Jangan jadikan makan sebagai kesukaan
Jadikanlah makan sebagai kebutuhan
Karena kalau sudah menjadi kesukaan
Kita bisa menjadi seperti tidak berpikiran

Selasa, 23 Agustus 2016

Memori di Pagi yang Lalu

Masih ingat aku, bersamamu kawan, dalam mobil itu
Waktu itu, bertahun-tahun yang lalu
Saat mobil berjalan di atas jalan layang itu
Kita dapat melihat pemandangan yang luas
Merasakan betapa sejuknya udara
Menyaksikan mentari pagi yang menyinari semuanya
Kuning terang memantul di kaca setiap bangunan
Hijau bercahaya memancar dari pepohonan
Langit biru dengan awan-awan putih
Burung-burung berseliweran sambil bernyanyi
Dan segarnya tatapan orang-orang
Kamu berkata: tempat ini begitu indah, aku tidak akan meninggalkan tempat ini, aku mencintainya

Waktu pun berjalan
Hingga tibalah hari itu
Kamu mengingkari janjimu
Tapi aku tahu kamu tidak menginginkannya
Kamu pergi meninggalkan kami semua
Bukan sebentar saja
Tapi selamanya
Selamat jalan kawan
Semoga kamu tenang disana, di tempat barumu

Hanya Sekilas

Gambar memang berbicara lebih dari tulisan
Jika tersimpan dengan baik, dapat menjadi mesin waktu
Maka kubuka kembali semua gambar itu
Yang bergerak dan yang diam
Kuhayati setiap gambar yang ada
Semuanya seperti benar-benar hidup
Membuat seakan aku kembali ke masa itu
Begitu menyenangkan kembali ke masa muda
Saat wajah ini begitu banyak tersenyum
Dengan sedikit beban yang tertahan di pikiran

Tapi sayangnya...
Semua itu hanya sekilas
Takkan sedikitpun aku bisa
Mengembalikan semua itu yang telah berlalu

Jumat, 19 Agustus 2016

Menjadi Penjajah

Lihatlah ke sekeliling
Pepohonan rimbun berdiri tegak
Lihatlah ke sekeliling
Gunung-gunung menjulang kokoh ke angkasa
Lihatlah ke sekeliling
Taman-taman indah bertebaran disana-sini
Lihatlah ke sekeliling
Sungai-sungai mengalir berkilauan bagai permata
Lihatlah ke sekeliling
Hasil tani berlimpah menumpuk seperti bukit
Lihatlah ke sekeliling
Udara begitu hangat dan sejuk menyelimuti tubuh

Naiklah ke puncak gunung
Lihatlah betapa lautan membentang luas
Menyimpan berbagai rahasia yang ada di dalamnya
Kita sudah diberkahi dengan alam yang memanjakan kita
Kita tidak perlu susah payah mencari ke luar
Jadi, untuk apa kita menjadi penjajah?

Kamis, 18 Agustus 2016

Bola Cahaya dan Kegelapan

Terbangun di sore yang remang
Matahari tidak menampakkan dirinya
Tertutup awan kelabu yang memenuhi langit
Suara hantaman air hujan terdengar lembut
Disertai baunya yang khas

Kurasa aku masih mengantuk
Kupejamkan mataku lagi, kudaratkan tubuhku
Demi menuntaskan mimpiku yang terpotong

Lalu...

Aku terbangun kembali
Kali ini suasananya begitu terang
Bukan dari cahaya lampu

Kutampar kedua pipiku
Hanya untuk memeriksa apakah aku bermimpi
Ternyata aku tidak bermimpi

Kubuka tirai yang menutupi jendela
Pemandangan yang ganjil di depan mata
Bola cahaya yang sangat menyilaukan di kejauhan

Kemudian semuanya bergetar
Terus bergetar, terus bergetar semakin hebat
Tiba-tiba udara menjadi terasa sangat panas

Buam! Kurasakan satu hentakan dahsyat
Disusul pecahnya kaca jendela
Serpihannya menerpa wajahku 
Bersama hembusan angin yang kencang

Kurasakan sakit yang luar biasa diseluruh tubuh
Tak lama kemudian
Semuanya menjadi gelap

Rabu, 03 Agustus 2016

Bertanya Pada Jam Tangan

Kuarahkan mataku ke langit yang dipenuhi awan kelabu
Kemudian turunlah bayangan-bayangan masa itu
Masa itu, masa lalu bertahun-tahun yang lalu
Lalu aku bertanya pada jam tanganku
Dapatkah aku memundurkan waktu
Dia menjawab, kau pasti melucu
Hanya angka-angka saja di depan mataku
Yang bisa kuubah sesuka hatiku
Ya... kusadari itu... aku hanya melucu

Minggu, 31 Juli 2016

Begadang Oh Begadang

Begadang oh begadang
Memang ada orang-orang
Yang menganggap itu membuat senang
Apalagi jika ada waktu luang
Ditambah suasananya yang tenang
Dan pastinya berlembar-lembar uang
Katanya, semua itu membuat melayang
Tapi... jangan lupakan sayang
Sayang pada tubuh kitorang

Minggu, 24 Juli 2016

Terus Berjalan ke Depan

Kita berjalan... terus berjalan... terus berjalan ke depan
Demi mencapai cahaya di ujung jalan
Namun seringkali kita lupa menengok ke belakang
Begitu banyak orang yang menyebut-nyebut nama kita
Meminta bantuan untuk berjalan mencapai cahaya itu
Dan seringkali pula kita enggan membantu mereka
Dengan alasan tidak punya waktu untuk berhenti sejenak
Atau menganggap mereka tidak pantas untuk dibantu

Rabu, 20 Juli 2016

Desa Sedih

Dalam kelelahan aku terduduk di depan sebuah warung di suatu desa
Kusaksikan penduduknya mondar-mandir dengan wajah sedih
Seperti tidak ada sedikitpun kebahagiaan dalam hidup mereka
Cuaca yang mendung turut menjadikan tempat ini suram

Aku bertanya kenapa mereka tampak sedih
Mereka menjawab dengan mengarahkan telunjuk mereka
Mengarah pada sekumpulan orang-orang yang sedang sibuk
Sibuk bersama mesin-mesin yang ribut

Kemudian aku kesana, dan akhirnya aku tahu
Aku tahu apa yang membuat penduduk desa ini bersedih
Orang-orang sibuk itu, mereka mendatangkan kegelisahan dan kesedihan
Ke desa ini yang sebelumnya asri dan tenteram

Orang-orang sibuk itu, mereka tidak peduli pada kemanusiaan
Hanya peduli pada perut dan tempat duduk sendiri saja
Mereka tidak peduli kebersamaan, keindahan, dan perdamaian
Sama sekali tidak peduli

Akankah desa ini kembali seperti sebelum aku menyebutnya: Desa Sedih?
Semoga saja

Jumat, 15 Juli 2016

Perbatasan Hujan

Itu adalah hujan... ya... di depan
Tapi di tempatku berdiri sekarang... tidak ada air yang turun dari langit
Bukan keanehan, tapi karena aku berada di dekat perbatasan
Perbatasan antara daerah hujan dan tidak hujan
Lewati itu, maka akan terasa perbedaannya
Ulala... aku suka pemandangan ini
Menunjukkan betapa indah dan hebat ciptaan-Nya

Kamis, 14 Juli 2016

Indahnya Ciptaan-Mu

Suatu hari, aku berhasil mencapai puncak gunung itu
Kuhayati pemandangan yang ada
Kemudian kusadari bahwa selama ini aku salah
Semua keluhan itu... betapa tidak bersyukurnya aku
Tapi aku percaya ada masa depan untuk berubah
Sekarang, aku begitu bersyukur atas semua pemberian ini
Alam yang begitu asri dan permai
Betapa tidak ada yang dapat menandingi indahnya ciptaan-Mu

Selasa, 12 Juli 2016

Kota Embun

Pertama kali aku memasukinya... terasa istimewa
Hawa dingin langsung menyelimuti tubuh
Bukan dingin yang menusuk, tapi dingin yang menyegarkan
Membebaskan hawa panas yang terjebak dibawah pakaian

Pepohonan rimbun dan hijau
Burung-burung berseliweran dan merdu
Langit cerah biru dan berawan putih
Cahaya matahari tidak terlalu terang atau redup

Aku merasa... seakan tempat ini adalah dimana aku lahir dan dibesarkan
Begitu banyak keindahan yang menyentuh jiwaku
Ini adalah tempat yang asri, sejuk, dan tenteram
Inilah dimana aku berdiri sekarang, kota Embun... aku menyebutnya

Kamis, 07 Juli 2016

Sudah Waktunya

Sudah waktunya
Mahkota ini kuserahkan padamu
Sebagai tanda bahwa kamu adalah penerus
Ingatlah wahai raja muda
Singgasana bukan untuk semena-mena
Negara dan rakyat menantimu
Esok entah akan gelap atau terang
Tapi yang pastinya
Kamu harus terus berusaha memberikan yang terbaik

Selalu Ada Cerita (Nya)

Selalu ada cerita, wahai kawan-kawan lama
Saat kita masih di masa itu
Masa muda yang penuh keceriaan
Masa yang dipenuhi canda dan tawa
Sekarang, disaat kegelisahan dan ketakutan merajalela
Kita tahu bahwa semua kenangan itu menjadi pelipur lara
Tapi itu semua takkan kembali lagi
Karena ada yang sangat penting yang harus dikerjakan
Masa ini pun akan menjadi masa lalu
Entah akan seperti apa jadinya
Tapi itu semua akan selalu ada cerita (nya)

Selasa, 05 Juli 2016

Lupa

Ketika mereka menjadi kaum yang berada di atas
Mereka lupa pada saat masih dibawah
Lupa akan janji untuk bersyukur
Bersyukur kalau berhasil naik
Lupa akan janji untuk menolong
Menolong orang-orang dibawahnya
Dan lupa akan janji untuk menjadi seperti padi
Padi yang makin merunduk makin berisi
Semoga Tuhan menyadarkan mereka, amin

Jalan yang Serbasalah

Serbasalah...
Mau pelan, disuruh cepat oleh yang di belakang...

Serbasalah...
Mau cepat, disuruh pelan oleh yang di depan...

Serbasalah...
Melaju di pinggir, disuruh ke tengah...

Serbasalah...
Melaju di tengah, disuruh ke pinggir...

Serbasalah...

Pelan celaka...
Cepat celaka...
Di pinggir celaka...
Di tengah celaka...

Serbasalah, jalan yang serbasalah...
Sekarang jalan memang membuat serbasalah....

Senin, 13 Juni 2016

Catatan Seorang Gadis Asri

Sebuah karet gelang merah mendarat di kepala belakang Hira. Refleks dia memegang kepala belakangnya, lalu meliuk ke belakang mencari-cari sumber datangnya benda tersebut. Anak-anak lelaki dan perempuan di belakangnya tampak duduk dengan tenang menulis apa yang ada di papan tulis, begitu pula dengan yang ada di sebelah kanan dan kiri.

Beberapa menit kemudian, sebuah karet gelang merah kembali mendarat di kepala belakang Hira. Kali ini, dia meliuk dengan cepat sehingga berhasil memergoki pelakunya yang ternyata adalah Resti dan gengnya.

“Uuu... dasar sok cantik!”

“Dasar kalian dengki!” Balas Hira sambil membidikkan karet gelang tadi ke arah Resti.

Tanpa disadari, bu guru masuk kembali ke kelas, “Hira, jangan main-main!”

“Mereka yang duluan...”

“Sudah kamu jangan malah ikut-ikutan!” Kata bu guru.

Resti dan gengnya cekikikan puas melihat Hira.

***

Esok pagi, kalender hari ini menunjukkan tanggal merah, sekolah libur. Hira mengambil sepedanya, kemudian mengunjungi warung-warung yang berada di sekitar sambil membawa banyak kue buatan ibunya untuk dijual.

“Semoga semua kue itu laris hari ini.” Kata ibunya saat Hira kembali ke rumah.

“Ayah masih sakit?” Tanya Hira.

“Masih.”

Hira melihat ayahnya terbaring di tempat tidur. Dia adalah seorang guru SD. Sudah 6 bulan terakhir ini tidak mengajar karena terkena stroke.

“Kita masih belum punya biaya.” Kata ibunya.

***

Sepulang sekolah, Hira bermain badminton bersama Nina, sahabatnya, dan teman-teman yang lainnya. Resti dan gengnya yang kebetulan melewat, memaksakan diri bergabung.

“Main badminton saja kok pake make-up?” Kata Resti.

“Siapa yang pake make-up?” Jawab Hira.

“Jangan dengarkan dia Ra!” Kata Nina.

“Orang miskin begitu gayanya sok seperti orang kaya!”

Nina langsung menghentikan permainannya, kemudian menghampiri Resti yang sedang bermain.

“Kamu bisa diam tidak? Mengganggu teman aku saja, kenapa?”

“Eh... Na!” Kata yang lainnya melihat tindakan Nina.

Resti menyingkirkan ujung raket Nina dari lehernya, “aku tidak suka dia.”

“Kamu tidak suka karena dengki dia memiliki paras cantik, dan kamu menganggap itu melebihi kamu. Akui saja!”

“Dia bergaya seperti orang kaya, padahal mis...”

Nina menempelkan kembali ujung raketnya di leher Resti, “kamu juga dengki karena dia selalu tampil rapi!”

“Na... sudahlah.” Kata Hira memegang pundak Nina.

***

Setelah bermain, Hira, Nina, dan yang lainnya beristirahat sejenak. Langit mulai terlihat gelap.

“Semua ini gara-gara aku, aku melibatkan kalian dalam masalah dengan si Resti.”

Nina memegang pundak Hira, “itulah gunanya sahabat, sahabat yang baik akan membela temannya ketika mendapat ancaman.”

Hira tersenyum.

“Ummm... Na.”

“Ya Ra?”

“Aku butuh bantuan....”

“Jangan sungkan Ra.”

“Aku ingin bisa mendapatkan uang sendiri, bagaimana caranya ya?”

Nina mengarahkan mukanya pada Hira, “apa, memangnya kenapa kamu ingin mendapatkan uang sendiri?”

“Untuk biaya pengobatan ayahku, sudah 6 bulan terakhir ini dia menderita stroke, jadinya tidak bisa bekerja.”

***

Tiga hari kemudian. Sepulang sekolah, Hira, Nina, dan teman-teman dekatnya berkumpul di warung depan sekolah.

“Ra, kita punya ide untuk membantumu.” Kata Nina.

“Membantu apa?” Tanya Hira.

“Katanya ingin mendapatkan uang sendiri?”

Hari Sabtu sore, mereka mendirikan sebuah stan di alun-alun kota. Mereka menjual berbagai makanan tradisional, termasuk aneka kue buatan ibu Hira. Makanan tersebut berasal dari masing-masing keluarga atau kerabat mereka, seperti Nina yang menjual dodol coklat milik pamannya.

“Na, terimakasih atas semua ini, aku telah merepotkan kalian.”

“Santai saja, lagipula kita semua juga mendapatkan untungnya, dan juga ada kegiatan supaya tidak jenuh, hehehe.”

***

Selama tiga bulan ini, mereka semua mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari mendirikan stan tersebut. Uang jajan pun tidak lagi meminta kepada orangtua.

Sementara itu, keajaiban menghampiri ayah Hira, dia sembuh dari penyakit stroke-nya setelah menjalani terapi yang diberikan oleh rekan sesama gurunya. Meski tidak benar-benar sembuh seperti sebelum terkena penyakit tersebut, dia sudah dapat kembali bekerja.

Hira dan teman-temannya senang sekali mengetahui kabar tersebut. Meskipun demikian, kegiatan mereka tidak berhenti.

“Ternyata selalu ada hikmah disetiap musibah.” Kata Hira.

“Selalu ada, selalu, seperti yang sekarang kita rasakan, hasil jerih payah kita.” Balas Nina.

***

Suatu sore di bulan puasa, Hira berangkat dari rumahnya, menuju sebuah selter bus. Dari sana, bersama Nina, mereka akan naik bus menuju sebuah restoran di pinggiran kota untuk mengadakan buka bersama teman-teman sekelasnya.

Di tengah perjalanan, angkot yang dinaikinya tiba-tiba mogok. Semua penumpangnya terpaksa diturunkan. Hira hendak memberitahu Nina, tapi pulsa ponselnya habis. Dia tahu tempat penjual pulsa di daerah tersebut, namun jalan yang biasa dilewatinya tergenang banjir, sehingga dia harus menggunakan jalan lain yang sepi karena tertutupi pepohonan di kanan-kirinya.

Selesai membeli pulsa, dia segera kembali menuju jalan utama.

Dari arah belakang, sebuah mobil sedan melaju dengan kencang, kemudian tiba-tiba berbelok ke kiri memasuki trotoar dimana Hira sedang berjalan. Refleks Hira segera melompat ke kiri, tapi sayang terlambat, Hira terpental hingga kepalanya membentur sebuah pohon.

***

Tuuut... tuuut... tuuut...

“Kemana dia, apa sudah disana? Wah keterlaluan kalau begitu.” Kata Nina sambil menutup ponselnya. Jam sudah menunjukkan pukul 17.30, dua puluh menit lagi adzan maghrib berkumandang. Merasa terlalu lama menunggu, akhirnya dia pergi tanpa menunggu Hira.

“Aku tidak tahu, tidak ada kabar, ditelepon pun tidak diangkat, padahal kami sudah janjian berangkat bersama dari selter itu.” Kata Nina pada teman-teman sesampainya disana.

Selesai shalat maghrib, mereka semua duduk-duduk di taman depan masjid.

Derrrt... derrrt... ponsel Nina bergetar. Di layarnya terpampang nama pemanggil: Hira.

“Halo?” Kata pemanggil tersebut.

“Suaranya bukan Hira,” kata Nina pada teman-teman, “i iya halo?”

“Ini dengan Nina?”

“Iya benar....”

Wajah Nina berubah menjadi serius, “ayo kita ke rumah sakit!”

***

Nina seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Hira sudah terbujur kaku di hadapannya. Seorang polisi yang ada disana mengatakan bahwa pelaku penabrakannya masih dalam proses pencarian.

Salah seorang perawat mendekati Nina, “dia meninggal karena cedera otak serius akibat benturan keras, tapi anehnya... tidak ada darah yang keluar, wajah dan seluruh tubuhnya rapi, bersih, dan wangi. Semula saya kira dia artis.”

Semua teman-temannya merasa sedih kehilangan Hira. Resti dan gengnya meminta maaf karena selama ini mereka selalu mengganggu Hira, dan Resti mengakui kalau perbuatannya selama ini dilandasi oleh rasa dengkinya pada Hira.

***

Seminggu setelah jasad Hira dikuburkan, ibu Hira membersihkan kamar bekas anaknya. Saat sedang merapikan lemari buku, dia menemukan sebuah buku catatan berwarna coklat tua dengan kover keras. Ternyata sebuah buku catatan harian. Ibu Hira membaca dengan seksama setiap halaman, hingga di pertengahan, terdapat sebuah catatan yang tertulis:

“Aku akan selalu berusaha rapi dan bersih dalam hidup ini supaya kalau suatu saat nanti aku mati, orang-orang tidak dimuakkan oleh penampilanku yang lusuh, dan kotoran-kotoran yang ada di tubuhku.”

Rabu, 08 Juni 2016

Anak-Anak Penikmat Hujan

Langit tampak hitam, dan suasana menjadi gelap,
Tak sampai 3 menit, tetesan air yang tak terhitung jumlahnya turun dari langit,
Membasahi semua yang ada di bawah troposfer,
Aroma khas hujan mulai memasuki hidung,
Dan hawa sejuk mulai menyentuh tubuh,
Lalu kulihat sekelompok anak kecil riang gembira dibawah siraman air langit tersebut,
Menari-nari dengan baju dan celana yang basah,
Tak peduli apakah demam akan menyerang mereka setelahnya,
Tak terlihat sedikitpun kekhawatiran dan kesedihan di wajah mereka,
Hanya ada canda dan tawa yang lepas selepasnya,
Karena bagi mereka hujan adalah kebahagiaan,
Itulah mereka, yang selalu muncul ketika hujan turun,
Mereka, anak-anak penikmat hujan.

Adakah Waktu Bagi Kita

Adakah waktu bagi kita...
Untuk naik ke puncak gunung...
Kemudian menghayati pemandangan yang ada?

Adakah waktu bagi kita...
Untuk berkeliling ke seantero negeri...
Kemudian mengamati suasana yang ada?

Adakah waktu bagi kita...
Untuk mengunjungi negeri lain...
Kemudian mempelajari semua yang ada?

Adakah waktu bagi kita...
Untuk bermuhasabah dalam keheningan...
Kemudian mensyukuri semua yang telah Tuhan berikan?

Adakah waktu bagi kita untuk semua itu?

Minggu, 05 Juni 2016

Kami Hanya Ingin Kami

Kami tidak ingin menjadi mereka...
Kami tidak ingin menjadi kalian...
Kami hanya ingin menjadi diri sendiri...
Yang hidup berdaulat.

Kami tidak ingin permusuhan...
Kami tidak ingin kebencian...
Karena itu takkan berguna ketika kami mati nanti...
Kami hanya ingin kami.

Sabtu, 04 Juni 2016

Untuk Saat Ini Saja

Kami sudah berusaha semampunya...
Namun takdir berkata lain...
Kami pernah berpikir kalau ini bisa terjadi...
Tapi kami tidak pernah berniat untuk seperti ini...
Maafkan kami pada semuanya atas kegagalan kami...
Kegagalan untuk saat ini saja...
Karena masa depan masih misteri...
Kami takkan lagi mengulangi saat ini...
Kami percaya!

Minggu, 22 Mei 2016

Kita Saat Itu

Ingatkah kita saat itu?
Ketika kita antara ada dan tiada...
Ketika kita tidak memiliki persatuan hati...
Ketika kita tidak memiliki ikatan emosi...
Ketika kita saling buruk sangka...
Ketika kita saling khianat...
Ketika kita saling sikut...
Ketika kita saling jegal...
Ketika kita meninggalkan kita yang terluka di pinggir jalan...
Ketika kita seperti pecahan kaca yang berserakan di hutan...
Ketika kita seperti berada didalam kabut yang seakan takkan sirna...

Cukuplah semua itu menjadi kita yang lama!
Karena mulai hari ini dan seterusnya
Kita akan menjadi kita yang baru!
Yang bersatu hingga berakhirnya waktu!

Sistem Baru, Jenderal

Suatu waktu, Hasta, seorang jenderal tertinggi Kerajaan Yutun ditugasi oleh raja mengunjungi Kekaisaran Adikara untuk belajar bagaimana Kekaisaran tersebut mengorganisir pasukannya. Hasta pun pergi dengan ditemani beberapa petinggi kerajaan.

Sesampainya di Kekaisaran Adikara, Hasta takjub terhadap kekaisaran tersebut yang mampu mengorganisir pasukannya yang berjumlah sangat banyak dengan begitu teratur. Belasan kali lebih banyak daripada negaranya. Pasukan yang ada tidak hanya berasal dari penduduk Kekaisaran Adikara saja, tapi juga dari berbagai negara yang menjadi jajahan atau sekutu kekaisaran; menjadikan pasukan Kekaisaran Adikara multi negara. Dalam pandangan Hasta, tidak mudah untuk mengatur pasukan yang heterogen.

Beberapa hari kemudian, tanpa diduga suatu kelompok pemberontak yang menginginkan pemerintahan diganti menjadi republik, menyerang kekaisaran. Serangan pemberontak tersebut kerapkali merepotkan karena dilakukan secara sporadis dan juga didukung persenjataan yang cukup banyak. Hasta berkesempatan untuk menyaksikan bagaimana pasukan Kekaisaran Adikara beraksi.

Namun Hasta merasa aneh karena semua pasukan yang maju bertempur adalah perempuan, entah itu komandan lapangan, pasukan infanteri, kru kendaraan lapis baja, operator artileri, personil medis, dan yang lainnya. Sedangkan pasukan laki-lakinya hanya menyaksikan saja jalannya pertempuran melalui televisi. Baru kali ini Hasta menyaksikan bagaimana perempuan diterjang badai peluru senapan mesin, dicabik-cabik granat atau roket, ditusuk bayonet, dan dihajar popor senapan. Pemandangan tersebut membuat Hasta pusing.

Hasta bertanya kepada salah satu Jenderal Kekaisaran Adikara, kenapa semua yang maju ke medan perang adalah perempuan. Jenderal lelaki tersebut menjawab, “Karena negara kami sudah menerapkan sistem kesetaraan gender, apakah negaramu belum menerapkan sistem ini jenderal?”

Hasta mengerutkan dahinya, kemudian menggaruk-garuk kepalanya yang beruban.

Rabu, 04 Mei 2016

Sabar Dalam Keyakinan

Kalian menyebar kesemua penjuru mata angin
Hanya untuk mencari dosa
Dan menanam bibit-bibit kebencian
Kemudian menjadi sampah
Yang berserakan disana-sini
Yang menjadi sumber berbagai penyakit
Merusak pemandangan dan bau
Semua keasrian yang dulu pernah ada
Sirna oleh kalian

Ketika sudah jelas bahwa kalian adalah penyebabnya
Dengan ringannya kalian berkata pada kami:
Itu adalah salah kalian, bukan kami, kami sebenarnya berjasa
Berjasa mengadakan perbaikan

Biarlah... waktu yang menunjukkan
Bahwa tuhan tidak diam terhadap perbuatan kalian
Ini hanya masalah sabar dalam keyakinan saja

Harapan Bulan Ini

Hujan, apakah sekarang ini akan menjadi bulan penghabisanmu
Sebelum kemarau datang untuk menggantikan?
Kuharap tidak, itulah yang aku harapkan
Semoga kamu menambah waktumu
Kalaupun harus digantikan, janganlah lama-lama
Semoga....

Senin, 02 Mei 2016

Yang Selalu Kegerahan

Hey hey hey...
Siapa itu yang disana
Yang selalu kegerahan meskipun dingin
Disaat ada orang lain yang lebih tinggi

Entah kenapa kamu selalu seperti itu
Apakah karena suatu kebetulan?
Atau karena sudah disugesti sejak kecil?
Masih kabur jawabannya

Selasa, 12 April 2016

Penyesalan Atas Pernahnya Tidak Bersyukur

Pernah aku mengeluh atas alam ini yang telah Engkau berikan
Membanding-bandingkannya dengan alam lain yang lebih bagus
Kemudian suatu waktu aku menyadari bahwa
Tak sedikit ada orang yang ingin menjadi penghuni alam ini
Karena mereka bilang disini lebih enak daripada disana
Aku menyesal dengan semua keluhanku saat itu
Betapa aku tidak mensyukuri semua pemberian Mu
Maafkan aku Tuhan
Sekarang aku tahu betapa harusnya aku bersyukur sebanyak-banyaknya
Atas semua pemberian Mu
Alam ini yang sangat indah
Dengan penduduknya yang ramah tamah
Yang senantiasa taat kepada Mu
Mencintai sesamanya
Ditambah pemimpin yang mencintai rakyatnya

Kamis, 24 Maret 2016

Senjata Rahasia Soni

Dor! Suara tembakan terdengar jelas menggelegar di udara. Memecah keheningan malam itu.

Seorang lelaki berbadan tinggi besar berlari dengan cepat menyusuri gang sempit, diikuti oleh dua orang lelaki lain yang memegang pistol di tangannya.

Lelaki berbadan besar itu kemudian menemui tembok di ujung gang. Begitupun di sebelah kanan-kirinya yang hanya tembok tinggi.

“Tidak ada jalan lagi Son... sekarang angkat tangan dan balikkan badanmu kesini!” Kata seorang lelaki yang mengejarnya.

“Akhirnya, setelah 3 tahun menjadi buronan, malam ini petualanganmu berakhir.” Tambah lelaki pengejar yang satunya lagi.

Soni membalikkan badannya, wajahnya terlihat datar, kemudian dia mengangkat tangannya perlahan.

Kedua polisi tadi masih menodongkan pistol ke arahnya.

“Uuuh! Bau apa ini?” Kata seorang polisi itu.

Soni tersenyum kecil, “itu adalah bau [sensor] ku yang menjadi senjata rahasia, hahaha!”

“Sialan! Baunya... menusuk hidung, tenggorokan, dan paru-paruku!”

“Kurangajar kamu Son! Baj... jing....”

Kedua polisi itupun ambruk tak sadarkan diri ke tanah.

Soni melangkahi tubuh keduanya, kemudian pergi dari tempat itu. Akhirnya dia kembali lolos dari kejaran polisi yang selalu berusaha menangkapnya selama ini.

Tas Kejutan

Tengah siang itu, Boni dan Dodi sedang duduk-duduk di bawah sebuah pohon yang melindungi mereka dari terik matahari. Di ujung jalan, mereka melihat seorang pengendara sepeda motor yang akan melewati jalan di depan mereka. Mereka berdua saling menatap satu sama lain sambil tersenyum. Mata mereka dengan tajam memperhatikan pengendara tersebut.

Beberapa saat kemudian...

Boni ke tengah jalan sambil melambai-lambaikan kedua tangannya.

Pengendara lelaki tersebut berhenti, “kenapa ya bang?”

“Maaf bisa minta tolong, apa anda membawa kunci pas? Ini motor saya bermasalah.” Jawab Boni.

“Oh, ada.” Pengendara itu lalu meminggirkan sepeda motornya.

Ketika sedang melihat mesin sepeda motor Boni, Dodi muncul dari balik semak-semak, kemudian menempelkan sebuah kain ke hidungnya. Tak sampai 5 detik, pengendara itu langsung tak sadarkan diri.

Boni segera menyeret tubuhnya ke semak-semak, mengambil tas di punggung, lalu pergi membawa kabur sepeda motornya. Sedangkan Dodi menggunakan sepeda motor Boni.

***

Di rumah kontrakan Boni, mereka berdua tertawa-tawa sambil merokok dan minum-minum.

“Kerja bagus Dod!” Kata Boni.

“Ya ya ya, hahaha! Sepertinya isi tas itu berharga sekali Bon...” balas Dodi.

Boni mengambil tas tersebut, “uh... berat juga, apa ya isinya?”

Sreeet... Boni mengeluarkan sebuah kotak kardus dari dalamnya.

“Ha... sepertinya benda yang sangat berharga!” Kata Boni.

Kardus pun dibuka, dan ternyata isinya adalah...

Sebuah bom waktu rakitan, dan layar LED-nya yang berwarna merah menunjukkan angka: 00.00.03

“Apa?” kata Boni.

Tatapan Dodi terlihat kosong.

DUAAARRR!!!

Bom tersebut meledak, mereka berdua tewas seketika. Rumah kontrakan tersebut langsung hancur berkeping-keping. Beruntung tidak ada korban jiwa lain selain mereka berdua karena rumah tersebut tidak menyatu dengan rumah warga yang lainnya.