Jalan macet ke Cipanas
Hati kesal muka lusuh
Walau cuaca lagi panas
Tetap kalem jangan rusuh
Minggu, 31 Januari 2016
Jangan Lupa Bawa Makanan
Mampir bentar ke Surabaya
Suhunya puanas tenan
Kalau main ke rumah saya
Jangan lupa bawa makanan
Suhunya puanas tenan
Kalau main ke rumah saya
Jangan lupa bawa makanan
Rabu, 27 Januari 2016
Cerita Ani dan Budi di Terminal Bus
Ditengah
guyuran hujan deras, Budi berlari menuju sebuah terminal bus. Dalam hiruk pikuk
orang-orang, dia melihat seorang perempuan berbaju merah di kejauhan.
“Ani...”
katanya pelan, kemudian mengeras, “Ani!”
Ani pun
menoleh mencari-cari arah suara panggilan tersebut.
Budi
segera menghampiri Ani.
“Ani...
jangan pergi, jangan tinggalkan aku.” Kata Budi sambil memegang lengan Ani.
“Tidak
bisa Budi, aku harus pergi, kamu sendiri yang menginginkan aku memutuskan ini.”
Kata Ani.
“Maafkan
aku Ani, aku tidak bermaksud seperti itu....” Mata Budi mulai mengeluarkan air
mata.
Ani
berusaha tegar supaya tidak ikut menangis, meskipun dalam hatinya marah
bercampur sedih.
“Ani...
maafkan aku, kumohon jangan pergi....”
“Tidak
bisa... aku harus pergi....” Ani tersenyum sedih.
“Kumohon
Ani....”
Ani
menempelkan tangan kanannya ke pipi kiri Budi, lalu menyeka air mata hingga
bulu mata bawahnya. Mata Budi menjadi lebih merah dan mengeluarkan lebih banyak
air mata.
“Hentikan
Budi, hentikan tangisanmu itu.”
Kedua mata Budi berkedip-kedip, terus semakin berkedip-kedip;
memerah dan mengeluarkan air.
“Budi, hentikan, itu tetap tidak akan merubah keputusanku untuk...”
“Aaaaaa!” Budi berteriak sekeras-kerasnya, “Mataku!”
Orang-orang disekitar kaget dan memandang kearah Budi.
Budi berlarian kesana kemari sambil berkata, “Air! Air!” Tapi
letak toilet terlalu jauh.
“Sialan! Panas! Apa ini!?” Kata Budi.
Beberapa saat kemudian dia melihat seorang pedagang keliling tak
jauh dari sana, lalu segera menghampiri dan mengambil sebotol air mineral,
kemudian menyiramkan ke kedua matanya.
Ani terkejut, dia melihat ujung-ujung jari tangan kanannya
berwarna sedikit jingga. Tasnya dibuka, dia mengeluarkan sebungkus makanan
bertuliskan: Keripik Ultra Pedas yang belum lama dimakannya tadi ketika dalam
perjalanan ke terminal.
“Ooops....” katanya dalam hati.
Budi pun akhirnya segera pergi ke klinik terdekat, dan Ani sendiri
segera naik ke bus dan pergi entah kemana.
Jumat, 22 Januari 2016
Syair dan Pantun Humor Hari Ini
Sehelai
daun jatuh tepat di atas air
Yang
diam tenang tidak mengalir
Kapankah
masa ini akan berahkir
Dimana
gantian kamu yang traktir
***
Ada
mamah lagi masak kentang
Boleh
kita ikut belajar
Ada
orang berisik main gendang
Boleh ya
kita hajar
***
Kalau
kakek punya pohon duren
Bolehkah
kami minta satu
Kalau
nona punya mobil keren
Boleh ya
kami ambil satu
***
Jalan-jalan
ke kota Solo
Jangan
lupa shalat dolo
Jalan-jalan
lagi ke kota Solo
Eh
ketemu elo
Hati Batu
Di masa itu memang waktu yang enak...
Dimana semua orang seperti menak...
Yang beredar dengan tamak...
Akhirnya masa itu pun berhenti...
Semua seakan terbangun dari mimpi...
Menyadari semuanya tidak berarti...
Kini mereka tahu kalau masa itu adalah bohong...
Tapi banyak yang sombong...
Bersuara nyaring seperti tong kosong...
Masa kini bukanlah masa lalu...
Tapi yang sombong itu tidak mau tahu...
Kalau semuanya telah berlalu...
Seandainya mereka mau tahu...
Kalau generasi sesudahnya menanggung semua itu...
Tapi percuma saja berharap pada hati batu...
Yang tetap tidak mau tahu....
Dimana semua orang seperti menak...
Yang beredar dengan tamak...
Akhirnya masa itu pun berhenti...
Semua seakan terbangun dari mimpi...
Menyadari semuanya tidak berarti...
Kini mereka tahu kalau masa itu adalah bohong...
Tapi banyak yang sombong...
Bersuara nyaring seperti tong kosong...
Masa kini bukanlah masa lalu...
Tapi yang sombong itu tidak mau tahu...
Kalau semuanya telah berlalu...
Seandainya mereka mau tahu...
Kalau generasi sesudahnya menanggung semua itu...
Tapi percuma saja berharap pada hati batu...
Yang tetap tidak mau tahu....
Rabu, 13 Januari 2016
Hari yang Aneh
Mobil
sedan berwarna perak itu berhenti di depan sebuah gedung rumah sakit yang sudah
ditinggalkan. Dilihat dari arsitekturnya, berasal dari tahun 1970-an. Cuaca
yang mendung membuat suasana menjadi gelap meski hari masih jam 2 siang. Arman
dan seorang temannya keluar dari mobil, lalu masuk ke gedung tersebut.
Di
dalam, mereka menemukan hampir semua perabotan masih utuh, meski telah tertutup
debu dan sarang laba-laba.
“Sepertinya
rumah sakit ini ditinggalkan begitu saja.” Kata teman Arman.
“Benar,
bisa dibayangkan kepanikan saat itu.”Balas Arman.
Tiba-tiba,
terdengar suara langkah kaki yang berlarian menggema ke seluruh ruangan.
“Ya
ampun, suara apa itu?” Kata Arman.
“Sepertinya
ada yang tidak beres, ayo kita...”
Belum
selesai temanArman berbicara, duak! Pintu di belakang terbuka. Muncul banyak
orang berpakaian compang-camping berlarian ke arah mereka berdua sambil
berteriak, “tolong!”
“Aaah tidaaak!” Teriak Arman. Dia terbangun dari tidurnya.
“Sialan, ternyata hanya mimpi!”
Dia melihat ke jam dinding, “oh tidak, aku bisa dimarahi bos.”
Dengan kecepatan tinggi, dia segera mandi, berpakaian, sarapan,
lalu berangkat ke kantornya.
***
Sesampainya di kantor, Arman lega karena ternyata hari itu bos tidak
bisa hadir. Tapi dia merasa aneh dengan pemandangan yang ada, tidak ada satupun
keyboard yang terpasang ke setiap komputer.
“Jon, pada kemana semua keyboard komputer disini?” Tanya Arman.
“Eh, kamu tahu hari ini hari apa?”
“Hari Jumat?” Jawab Arman.
“Benar, dan sekarang itu adalah hari... hari tanpa keyboard!”
“Hah, aku baru dengar?” Arman keheranan.
“Ya memang bukan sedunia, hanya kantor ini saja. Ikuti saja yang
ada.”
Arman menggaruk-garuk kepalanya, “ini hari yang aneh, aku pasti
masih bermimpi.”
Tanpa banyak bicara, seharian Arman bekerja tanpa keyboard di
komputernya.
Sabtu, 09 Januari 2016
Ayah di Langit
Siang
itu Talita berjalan pelan keluar dari gerbang sekolahnya sambil sesekali
mengusap air mata yang membasahi pipinya. Pandangannya tertuju pada tanah
dibawah yang basah setelah diguyur hujan. Teman-temannya berjalan melewati,
bersama ayah dan ibu masing-masing.
Di rumah, dia termenung sendiri di kamar, sambil memandangi langit
sore lewat jendela. Lasri, pembantu yang sekaligus tetangganya, pamit untuk
pulang. Beberapa menit kemudian, sebuah mobil sedan putih tiba di depan pagar
rumah, ibunya pulang.
“Dedek, mamah pulang!”Sambil membawa sebungkus roti kukus.
Biasanya dia akan langsung memakannya, tapi sekarang tidak.
“Dedek kenapa cemberut begitu?”
Dia masih terdiam memandang keluar jendela.
“Mah...”
“Iya sayang?”
“Kenapa mamah tadi pagi tidak datang ke sekolah Lita? Teman-teman
datang ke sekolah bersama ayah ibunya.”
“Dan... mamah... ayah Lita siapa,teman-teman yang lain punya ayah?”
Ibunya mendekat lalu memeluknya.
“Maafkan mamah sayang, tadi mamah kira pekerjaan di kantor bisa
dilewat, tapi ternyata tidak, mamah menyesal sekali. Dan... tentang ayah,
sebenarnya Lita juga punya ayah; dia orangnya baik, pintar, dan tampan.
Tanpanya, Lita tidak akan pernah lahir. Mata Lita juga sama dengan mata ayah.”
“Sekarang dia ada dimana, kenapa Lita belum pernah bertemu?”
Tanyanya pelan.
“Ada... ayah ada... tapi sekarang dia sedang berada di langit. Dan
suatu hari nanti kita akan bertemu ayah disana.”
“Di langit... apa yang sedang ayah lakukan di langit?”
“Dia... dia sedang berbahagia sekarang, dan terkadang dia melihat
kita dari sana. Sekarang, makan dulu nih rotinya ya.”
Kemudian Talita memakan roti kukus tersebut.
***
Keesokan harinya di sekolah, Talita terlibat pertengkaran dengan
beberapa temannya; hingga salah seorang dari mereka menyinggung tentang
ayahnya.
Sepulang sekolah, Talita menangis sendiri di taman dekat sekolah.
Seorang guru yang kebetulan melewatmenghampirinya, kemudian mengobrol sebentar,
lalu mengantarnya pulang.
“Mamah, aku benar-benar ingin bertemu ayah! Jangan bohong ayah ada
dimana!”
“Mamah tidak bohong dek, dia ada dilangit. Sekarang mamah harus
pergi, ada pertemuan dengan klien!” Kata ibunya sambil sesekali menjawab
obrolan di telepon genggam. Kemudian dengan terburu-buru menuju halaman depan,
lalu pergi mengendarai mobil. Tinggal dia dan Lasri berdua di rumah.
***
Sore itu, Lasri berada di kantor polisi, duduk menghadap seorang
lelaki yang menginterogasi dirinya. Sementara itu di ruangan lain, ibu Talita
sedang menangis.
“Ketika saya sampai disana, dia sudah berada di atas tembok,
kemudian ketika saya berteriak menyuruhnya turun,dia malah meloncat sambil
berusaha menggapai langit.” Jawab Lasri sedikit gemetaran.
“Apa ada kata-kata yang dia ucapkan sebelum jatuh?” Tanya penyidik.
“Ada, sebelumnya saya tanya apa yang sedang dia lakukan disana,
dia menjawab ingin bertemu ayahnya di langit, kemudian meloncat dan... jatuh.”
Sebelumnya, siang itu Talita ditemukan tewas di halaman belakang
setelah terjatuh dari atap rumahnya.
Langganan:
Komentar (Atom)