Senin, 24 Oktober 2016

9000 Cara 'tuk Menjatuhkanmu

Demi mata kepalaku sendiri...
Mereka tidak memperjuangkan kami...
Mereka hanya menjadikan kami alasan...
Untuk menjatuhkanmu... ya...
Mereka berjuang 'tuk menjatuhkanmu...
Karena mereka membenci dirimu...
Kami tidak pernah membencimu...
Kami menginginkanmu tetap disini...
Mereka memperjuangkan apa yang kami sebut...
9000 cara 'tuk menjatuhkanmu...
Fitnah... mencari-cari kesalahan... 
Dan masih banyak lagi...
Mereka tidak memperjuangkan kebenaran...
Mereka memperjuangkan tujuan sendiri...
Dan tujuan itu tidaklah baik....

Jumat, 21 Oktober 2016

Hawa Panas yang Kembali

Apakah kamu merasakannya, tresna?
Hawa itu... hawa panas yang kembali...
Hawa panas para raksasa merah...
Menyebar ke setiap penjuru negeri...
Membangkitkan kembali rasa siaga...
Dan memunculkan kembali... sedikit rasa takut...
Mereka akan datang kembali kesini...
Yang berarti...
Mereka akan kembali membuat kerusakan...
Mereka memang...
Takkan pernah menyerah 'tuk memusnahkan kita...
Kuharap kamu merasakannya juga, tresna...
Sehingga kamu dapat mempersiapkan diri...
Bersama... 'tuk membela negeri ini....

Minggu, 16 Oktober 2016

Jalan Dibawah Pepohonan

Melewat lagi dijalan ini... jalan dibawah pepohonan...
Setelah sekian lama tak bertemu... bertahun-tahun lamanya...
Kerinduan akan suasana sejuknya... akhirnya terobati...
Begitupun kerinduan akan suasana damainya...
Aku ingat dengan suara dedaunannya yang terkena angin...
Aku ingat dengan baunya yang khas ketika hujan turun...
Aku ingat dengan nyala lampu-lampunya di malam hari...
Aku ingat dengan semuanya... aku ingat...
Dan itu semua sulit untuk terlupakan...
Terlalu kuat tertanam di ingatanku...
Jalan itu... jalan dibawah pepohonan...
Sekarang aku disini... sedang berjalan diatasmu....

Sabtu, 15 Oktober 2016

Lagu Itu

Kamu yang berada jauh disana... 
Kuharap kamu sedang berpikir sama denganku...
Tentang sebuah lagu... 
Lagu yang pernah kita buat...
Lagu yang pernah kita nyanyikan...

Ketika momen itu... ketika hujan turun dengan derasnya...
Membasahi taman yang menjadi pemandangan kita...
Ketika matahari tidak menampakkan sinar petangnya...
Hanya cahaya remang-remang yang menerangi...
Tapi saat itu menjadi kenangan bagi kita...

Iramanya mudah diingat, tapi tidak klise...
Liriknya tidak terlalu puitis, tapi artinya dalam...
Kita bernyanyi pelan, namun lepas...
Dibawah lindungan atap itu...
Dan diselimuti udara dingin sore...

Masih ingatkah lagu itu... masih ingatkah?
Kuharap kamu masih mengingatnya...
Karena itu bisa perlahan menghilang...
Hingga akhirnya... lenyap...
Dan kita takkan bisa mengulangi lagi keindahan saat itu....

Minggu, 09 Oktober 2016

Kakek Penjual Jagung Manis

Dibawah rimbunnya pepohonan taman...
Seorang kakek sedang duduk tenang...
Berlindung dari sengatan sinar matahari siang...
Matanya tampak lelah namun penuh harapan...
Berharap dagangannya hari ini ada yang beli...
Namun sayang... tak ada seorangpun yang beli...

Dagangannya tidaklah macam-macam...
Hanya beberapa jagung rebus manis...
Ingin ku membelinya, tapi tak ada sepeserpun uang...
Walau sejujurnya aku sedang tak lapar...
Namun demi berbuat baik... itu tak jadi masalah...
Mungkin besok aku akan membelinya...

Ketika aku kembali keesokan harinya, kakek itu tidak ada...
Begitupun besoknya, besoknya lagi, dan besoknya lagi...
Hingga seminggu berlalu, seseorang memberitahuku...
Bahwa kakek itu takkan pernah ada lagi di taman...
Karena kakek itu... telah meninggalkan dunia...
Aku begitu menyesal karena melewatkan kesempatan ini...
Kesempatan untuk berbuat baik...
Tapi tak ada cara bagiku untuk mengembalikkan kakek itu...
Selamat jalan kakek, semoga tenang disana....

Sabtu, 08 Oktober 2016

Sebuah Rumah di Pinggiran Kota

Disana... di suatu tempat... di pinggiran kota...
Di pemukiman yang sepi... jauh dari hingar bingar manusia dan mesin...
Dikelilingi pepohonan yang rimbun... dan diselimuti udara yang sejuk...
Terdapat sebuah rumah... tak terlalu besar, tak terlalu kecil...
Hanya memiliki satu tingkat, yang juga tak terlalu tinggi...
Halaman belakangnya luas... menghadap ke perkebunan subur...

Rumah itu bukan sekedar rumah...
Begitu banyak cerita... tawa dan tangis... hujan dan kemarau...
Semuanya menumpuk menjadi kenangan...
Kenangan yang sulit dilupakan dan terlupakan...
Dari sejak masa kanak-kanak, hingga masa remaja tua...
Sayangnya... sekarang rumah itu telah membisu...
Tak ada aktivitas apapun yang tampak dan terdengar...
Selain suara hembusan angin yang mengisi kekosongan...

Dalam hitungan beberapa hari...
Rumah itu akan dihilangkan dari atas tanah...
Sehingga aku harus mengucapkan selamat tinggal padanya...
Yang artinya selamat tinggal pada semua kenangan...

Rumah itu... rumah di pinggiran kota...
Dia memang akan lenyap... tapi tidak dengan semua kenangannya...
Selamat tinggal... dan selamat sore....

Rabu, 05 Oktober 2016

Benci dan Cinta

Masih terduduk aku dipinggir kasur butut ini
Memandang ke arah jendela bersama segelas kopi
Pemandangan yang indah membuat ketentraman di hati
Tapi masih terasa hati ini yang tersakiti

Dan apakah yang membuat hatiku demikian
Yaitu sebuah kejadian yang sulit dilupakan
Bukan karena aku menyukai namanya pembalasan
Tapi karena bagiku ini adalah pelajaran

Kembali ke suatu waktu di masa lalu
Ketika aku masih menganggapnya sebagai saudaraku
Tapi ternyata dia tidak beranggapan sama kepadaku
Aku sadar ketika dia bersikap demikian padaku

Dari situ aku tahu terkadang orang bisa salah mengira
Penampilan yang mempesona bisa jadi semu belaka
Karena fakta dan realita bisa saling kontra
Maka aku percaya pada benci dan cinta ala kadarnya

Senin, 03 Oktober 2016

Menanti Sang Pemberani

Kemarilah kawan-kawan ku sekalian...
Duduklah bersamaku disini tak perlu segan...
Ditemani teh manis dan berbagai gorengan...
Sambil melihat luasnya pemandangan di depan...
Pemandangan yang begitu mengagumkan...
Disini pula aku ingin mengatakan...
Tentang semua itu yang selalu dipertanyakan...
Akan kujawab singkat itu semua rasa penasaran...
Bahwa kita hanya perlu kesabaran...
Kesabaran dalam sebuah penantian...
Karena itu sudah menjadi yang ditakdirkan...
Namun dalam penantian kita harus mempersiapkan...
Mempersiapkan suatu penyambutan...
Akankan ketika dia datang kita dalam kesemrawutan?
Tentunya tidak pantas bagi kita yang berperadaban..
Dia... dialah itu... sang pemberani...
Yang akan mengalahkan si raksasa berdaging besi...
Yang sampai sekarang masih berbuat kerusakan disana-sini...
Yang sampai sekarang masih belum terkalahkan, bahkan oleh aliansi...
Bukan karena kurangnya tenaga yang dimiliki...
Tapi karena kehendak sang Ilahi...
Dan ketika waktunya telah sampai...
Maka itu akan benar-benar terjadi...
Akan dikalahkanlah si raksasa berdaging besi...
Oleh yang ditakdirkan, yaitu sang pemberani....

Sabtu, 01 Oktober 2016

Menanti si Penari Membuka Topengnya

Jangan dulu beranjak dari kursi wahai kawan sekalian
Karena belumlah berakhir ini pertunjukkan
Sebentar lagi kita akan menyaksikan
Bagian yang dinantikan, bagian menegangkan

Oleh karena itu marilah kita menunggu
Sebentar lagi bagian ini akan berlalu
Dan akan segera berhenti mengganggu
Semua rasa penasaran kita itu

Ketika si penari itu membuka topengnya
Topengnya yang menampakkan wajah ramahnya
Pastinya kita dibuat penasaran olehnya
Seperti apakah wajah dibaliknya