Senin, 31 Agustus 2015

Simpati di Tengah Terik

Ini adalah masa yang berat
Aku membayangkan mereka disana
Yang keadaannya lebih buruk dariku
Andai bila aku mampu
Akan kuulurkan tanganku ini
Tapi sayangnya... aku tidak mampu

Maafkan aku saudara-saudariku
Hanya bisa menyaksikan
Namun aku selalu mendoakan kalian
Yakinlah...
Terik ini pasti berakhir
Dan air sungai akan mengalir kembali

Rintihan Pada Langit

Langit, sudah lama engkau berdiam diri...
Seakan hanya menonton semua lalu-lalang kami...
Kami tahu banyak dari kami yang bertinggi hati...
Mengangap semuanya terjadi hanya karena alami...

Maafkanlah sebagian dari kami yang cenderung berpaku...
Menyaksikan kebanyakan dari kami yang berhati batu...
Kami mohon turunkanlah air itu...
Karena kami tak mampu lagi menunggu....

Jumat, 21 Agustus 2015

Cerita Untuk Sekutu-Sekutuku

Terkadang, teringat masa-masa itu
Yang gelap... tanpa arah... tanpa harapan...­
Ketika kubandingkan dengan sekarang
Aku sadar... aku patut bersyukur

Betapa bodohnya aku jika ingin kembali ke masa itu
Dan betapa sombongnya aku jika tidak mau mengambil pelajaran

Sekutu-sekutuku, ketahuilah...
Aku menyampaikan cerita itu
Supaya kalian tidak mengalami kegelapan yang sama denganku
Dan mengambil hikmahnya
Demi kebaikan kalian

Kamis, 20 Agustus 2015

Kerajaan yang Dijanjikan

Malam itu aku termenung
Memandangi langit dengan berurai air mata
Hatiku terus bertanya, kenapa?

Aku tahu itu bukanlah akhir dari segalanya
Itu hanya bagian dari cerita yang panjang
Tentang sebuah kerajaan yang harus berganti masa

Tapi...
Aku hanyalah manusia biasa
Kejadian itu begitu mengguncangku
Mengaburkan antara ilusi dan kenyataan

Aku yakin, generasi pilihan itu pasti muncul
Generasi terbaik yang akan menjadi penerus
Yang akan berkuasa dengan keadilan
Yang akan berkuasa melawan kelaliman
Jika bukan sekarang... mungkin esok... atau lusa... atau nanti
Ketika waktunya tiba
Yang mengisi masa baru kerajaan itu
Kerajaan yang dijanjikan

Senin, 17 Agustus 2015

Kesatria dari Para Eksodus

Apakah kamu mendengar tuntutan mereka?
Apakah kamu merasakan penderitaan kita?
Apakah kamu melihat bagaimana mereka menindas?
Mungkin kami belum mengenalmu
Siapa dirimu, apakah kami bisa mempercayaimu

Kemudian, datanglah hari itu
Dimana semuanya tampak suram
Dimana hati serasa tak menentu
Dimana air mata mengalir deras
Haruskah kami meninggalkan tanah ini?
Tanah yang telah membesarkan kami

Ya, kami harus pergi!
Tapi kami tinggalkan pada mereka reruntuhan!

Kita pun tahu tak ada alasan lagi untuk menolak semua itu
Tapi kamu berkata, masih ada harapan
Walau hanya sedikit penerang bagi kegelapan ini

Dan... terjadilah kejutan itu
Menggetarkan hati kami dan mereka
Membesarkan jiwa kami dan menyiutkan nyali mereka

Kamu telah berubah menjadi abu, abu yang mulia
Bersama mereka, para perampok itu, abu yang hina
Sejak itulah kami mengenalmu
Sejak itulah kami menangisi kepergianmu
Sejak itulah kami merindukan orang sepertimu
Dan mulai saat itulah kami takkan melupakanmu

Kami akan terus mengenangmu
Kesatria dari para eksodus
Semoga kamu tenang di alam sana

Minggu, 16 Agustus 2015

Sang Jawaban dari Harapan

Kami tidak pernah menduga kedatangannya
Tapi dia bagaikan bulan yang menerangi kegelapan malam
Gerak-geriknya seperti tak kasatmata
Tapi akibatnya terasa nyata
Seperti hujan di padang pasir

Kami tidak kenal siapa lelaki ini
Tapi sepertinya dia bukan orang sembarangan
Namun bukan pula keturunan bangsawan

Sebagian orang menjadi dengki padanya
Yang menyeret pada kebencian
Sehingga mendorong melakukan pengrusakan
Dengan berbagai alasan untuk pembelaan

Aku yakin dialah orangnya
Yang terpilih untuk menyelesaikan semua masalah ini
Tapi aku berharap tak berhenti di dia saja
Ada sesudahnya yang melanjutkannya

Rabu, 05 Agustus 2015

Reuni dan Harga

Seorang perempuan muda berusia 23 tahunan tampak sedang mencari-cari sesuatu di tengah keramaian. Matanya melirik kesana kemari, menyapu setiap orang-orang yang berkumpul.

Matanya terhenti di sebuah saung yang di dalamnya terdapat spanduk bertuliskan Buka Bersama dan Reuni Alumni SMAN-26 Angkatan-44.

Nisa, Nisa, sini! Cepetan, bentar lagi buka! kata salah seorang perempuan.

Sebagaimana lazimnya acara reuni, semua yang hadir saling berbagi cerita satu sama lainnya, bernostalgia dengan masa lalu.

Nisa... masih inget aku gak? Tanya Desi.

Eh... Desi... inget lah, hahaha! Jawa Nisa.

Percakapan Desi dan Nisa berlanjut hingga waktu mendekati pukul 21.30. Sepertinya aku harus segera pulang. Kata Nisa dalam hati.

Nis... liat-liat HP terus, kenapa, disuruh pulang? Tenang, ntar kita pulangnya bareng, maksudnya keluar dari sininya bareng.Kata Desi.

Iya deh.

Eh coba liat HP kamu dong.Pinta Desi.

Desi mengamati sampai ke bagian yang mendetail. Dia mencoba mengintip isinya, tapi dikunci oleh password. Emh dasar... gerutunya dalam hati.

Berapaan sih HP kamu?

Sejuta dua ratusan lah Des.Jawab Nisa.

Ouh, pantesan. Belinya yang kayak aku Nis, empat juta, bela-belain nih, biar kualitasnya juga mantap. Kalo dibawah satu koma lima sih, biasanya HP buat cupu, hehehe.

Cupu bagaimana maksudmu Des?

Ya buat anak kecil, kameranya kurang, baterenya cepet abis, casing-nya dari plastik mainan. Buat golongan bawah lah.

Nisa langsung memasukkan HP-nya kedalam tas. Maaf teman-teman, saya pulang duluan, ini adik minta dijemput.

Kalem Nis, nih abisin dulu bolunya, aku kan sekarang ulang tahun, jadi sekalian gitu. kata Fani, temannya yang lain.

Nisa setengah tersenyum, Oh makasih Fan, tapi maaf gak bisa, sampai ketemu lagi nanti ya! Kemudian dia meninggalkan saung, menuju ke tempat parkiran untuk mengambil sepeda motornya.