Jumat, 31 Juli 2015

Kotak Hitam

Pagi itu, Rania terbangun oleh suara nyaring mesin pemotong rumput yang masuk kedalam kamarnya. Di sebelah kanan, dia mendapati kursi belajar menghadap kearahnya. Di atas meja, terdapat sebuah kotak hitam yang berisi bolu stroberi, beserta sepucuk kertas bertuliskan, Semoga Cepat Sembuh Rania! (Tita). Dia tersenyum melihatnya.

Dengan lemas, dia berusaha bangkit dari ranjang untuk meminum obat yang terletak disamping TV.

Kemudian dia mengambil HP dan mengirim pesan pada seorang sahabatnya, “Tita, makasih bolunya! Eh kenapa semalem gak ngebangunin aku aja? Jadi gak enak eung... aku serasa nyuekin kamu.

Karena efek obat yang baru saja dia minum, Rania kembali tertidur.

***

Tengah harinya.

Tring... tring... tring!HP Rania berbunyi, tanda ada panggilan masuk.

Halo?

Halo Ran?

Iya Ta?

“Ran, tadi pagi kamu nge-SMS ke aku?

Iya...

Aku gak ngerti, maksud kamu bolu apa, soalnya semalem aku gak ke kosan kamu. Kamu ngelindur? Malahan malem ini udah maghrib aku sama Yeni mau kesana ngejenguk kamu.

Hah? Tapi di kotak bolu itu ada tulisan, Semoga Cepat Sembuh Rania!, di bawahnya ada tulisan Tita pake tanda kurung. Ditulis pake spidol warna merah.

Sumpah Ran, semalem aku gak ke kosan kamu!

“Tapi waktu aku bangun, kursi belajarku ngehadap ke ranjangku, aku pikir mungkin semalem kamu duduk disitu sambil senyam-senyum ke aku, padahal dari siangnya, itu kursi posisinya ada di pojok.”

“Hah? Bisa gerak sendiri gitu itu kursi?

Setelah percakapan selesai, sambil menggaruk-garuk kepala, Rania keluar kamar dan bertanya pada satpam kosan.

Gak ada neng, semalem gak ada yang nanyain neng. Orang selain penghuni sini juga gak ada yang masuk.Jawab pak satpam.

Rania pun bertanya pada ibu kos dan penghuni lainnya. Semua jawabannya sama dengan pak satpam.

Sambil memegang dahinya, Rania kembali ke kamar. Disana dia mendapati bolu stroberi di dalam kotak tadi telah berubah menjadi sepotong daging manusia yang berlumuran darah. Di samping kotak, terdapat sepucuk surat dengan tulisan, “Setelah kamu sembuh, aku akan mengajakmu jalan-jalan ke tempat yang indah, kemudian kita akan mengunjungi kilometer-24 pukul 22 malam, dimana di tempat itu dan jam itulah kita bertemu untuk pertama kalinya, tapi kali ini kamu tidak akan pergi dariku sayang, kita akan bersama, untuk selamanya.”

Rabu, 29 Juli 2015

Sebuah Lagu Belanda

Di sebuah desa yang terletak di selatan Bandung, tepatnya di daerah Pangalengan, terdapat satu rumah peninggalan seorang bangsawan Belanda yang bernama Karel Theodorus. Tidak seperti kebanyakan elit Belanda lainnya yang condong menindas pribumi, dia bersikap baik pada warga sekitar. Kekayaannya digunakan untuk mengurus peternakan sapi dan perkebunan teh yang dia kelola, sekaligus menjadi sumber penghidupan utama bagi warga di desa itu.

Ketika terdengar kabar bahwa Hindia Belanda tak dapat dipertahankan lagi dari serbuan Jepang, setelah armada kapal perang sekutu dikalahkan di laut Jawa, Karel menulis sebuah lagu yang berjudul "Neervallen", sebuah lagu yang mengungkapkan kesedihannya karena Hindia Belanda harus jatuh ketangan Jepang. Hampir setiap malam dia memainkannya.

Ternyata, pasukan Jepang mendarat lebih cepat dari yang diperkirakan, mereka hampir ada di seluruh penjuru Nusantara. KNIL (tentara Hindia Belanda) tidak mampu berbuat banyak. Hampir seluruh warga sipil Belanda terjebak tidak dapat meloloskan diri ke Australia, dan mereka menjadi korban kekejaman tentara Jepang.

Karel bersama istri dan dua orang putrinya mencoba bersembunyi di ruang bawah tanah rumahnya. Tapi berhasil ditemukan oleh sekelompok tentara Jepang. Karel sekeluarga tewas di halaman rumah dengan cara disembelih hidup-hidup menggunakan pedang. Seluruh aset kekayaannya dirampas, tapi entah kenapa komandan kelompok tentara Jepang tadi menyuruh agar rumahnya dibiarkan utuh. Mayat Karel dan keluarganya dikuburkan di dekat pemakaman pribumi.

***

72 tahun kemudian, Yandi, seorang wartawan majalah ternama dari Jakarta datang ke desa tadi untuk mencari tahu tentang rumah Karel yang nantinya akan dibahas di majalah tersebut.

Seperti kebanyakan bangunan peninggalan zaman kolonial lainnya, rumah Karel dipenuhi oleh berbagai cerita mistis. Sayang, kini kondisinya mulai tak terurus, tapi barang-barang di dalamnya masih utuh, termasuk sebuah piano dan lembaran-lembaran lagu Neervallen. Konon menurut warga sekitar, jika ada yang masuk ke rumah Karel, kemudian memainkan lagu Neervallen menggunakan piano yang ada di dalamnya seorang diri saat suasana sedang sepi, kapanpun itu, maka setelah lagu selesai dimainkan, akan didatangi oleh sosok Karel bersama keluarganya sambil tersenyum.

Yandi yang menyukai tantangan, ingin membuktikan kebenaran cerita tersebut.

Pada suatu tengah siang, Yandi masuk kedalam dan menjelajahi rumah bertingkat dua itu yang ditambah dengan ruangan bawah tanah.

Di kamar Karel, tempat dimana piano itu berada, dia memainkan lagu Neervallen. Layaknya musik-musik Eropa abad 18 dan 19, lagunya panjang, bertempo lambat, dan bernada sedih. Yandi tidak menyanyikan liriknya karena tidak bisa berbahasa Belanda.

Di tengah lagu, dia tidak merasakan keanehan apapun; namun memasuki akhir lagu, dia merasa, hawa ruangan yang tadinya sejuk menjadi dingin, sedingin malam. Disitulah bulu kuduknya mulai berdiri, keringat dingin mulai membasahi tubuh. Dia mencoba berhenti, namun jari-jarinya terus menekan tuts seakan ada yang menggerakkan untuk menyelesaikan lagu itu.

Setelah lagu selesai dimainkan, mendadak kedua telinganya berbunyi ngiiing; kemudian, ketika dia melihat ke arah kanan, dia melihat sesosok laki-laki tinggi tanpa kepala berpakaian ala bangsawan Belanda dahulu, berdiri menghadapnya; di samping kirinya berdiri sesosok tubuh yang lebih pendek, menggunakan seragam tentara Jepang yang khas, kulitnya kuning, namun wajahnya rusak seperti habis terkena bom, tangan kanannya memegang pedang Katana, sedangkan di tangan kirinya dia menenteng kepala Karel yang menangis, dengan kulit putih yang pucat.

Minggu, 26 Juli 2015

Petaka 90 Hektar

Pagi itu, setelah adzan shubuh berkumandang, suara deru mesin memecah keheningan di desa Laksmi.

Di depan sebuah lahan kosong seluas 90 hektar yang dipenuhi pepohonan dan semak belular, telah berdiri seorang laki-laki berusia 30 tahunan bernama Kasir, bersama pasukan pegawai perusahaan propertinya, PT Santosa, dilengkapi berbagai peralatan berat untuk mengubah lahan tersebut menjadi siap untuk didirikan bangunan.

"Hahaha, sekarang kita akan kaya." Kata Kasir pada asistennya.

"Serang!" Perintah Kasir setengah berteriak. Deru mesin segera terdengar naik.

Belum sempat masuk lahan yang telah dipagari olehnya, datang sekelompok warga setempat yang menentang rencana Kasir. Terjadilah cekcok antara dua kubu itu, hingga terjadi perkelahian.

Tapi kubu PT Santosa memenangkan perkelahian, didukung oleh beberapa body guard-nya yang mahir berkelahi. Akhirnya mereka dapat masuk ke lahan dengan mendobrak pintunya yang telah digembok warga.

Di dalam area lahan, pasukan Kasir segera bekerja dengan penuh semangat. Suara bising terdengar ke seluruh pelosok kampung yang asri itu. Maklum, posisinya berada di atas tanah yang cukup datar, dengan ketinggian sekitar 700 meter diatas permukaan laut. Di sebelah selatan, tepatnya di sebelah selatan lahan tadi, terdapat sebuah danau yang sangat luas, bernama danau Asti. Keindahan danau tersebut telah membuatnya menjadi objek wisata, sekaligus menjadi objek pendapatan bagi warga desa Laksmi dan sekitarnya.

***

Waktu menunjukkan pukul 6.30-an, matahari beranjak naik. Kasir dan para pegawainya berhenti sejenak untuk sarapan.

Selang beberapa menit kemudian, datang kembali sekelompok masyarakat, kali ini lebih banyak, didukung oleh warga kampung-kampung lainnya yang bertetangga dengan Laksmi dan juga dari sekitar danau Asti. Para body guard segera bangkit dari tempat duduknya.

"Pak Kasir, segera hentikan kezaliman ini!" Teriak Dani, seorang remaja berusia 20 tahunan asal desa Laksmi.

"Apa maksudmu anak muda? Kami sudah memiliki izin, dan lagipula kami sudah membeli lahan ini." Kata Kasir sambil tersenyum sinis. "Kami sudah bayar!"

"Anda telah menyogok mereka semua, karena itu mereka melanggar peraturan adat yang telah ada sejak sebelum negara ini berdiri!"

"Hahahahaha!" Kasir tertawa geli. "Ya tidak bisa begitu dong, kan semuanya sudah melalui prosedur hukum yang berlaku. Akta-nya pun sudah ada ditangan kami. Hukum adat itu hanya dibuat-buat, wuahaha!"

"Kami semua warga Laksmi dan desa-desa tetangga, termasuk desa lainnya disekitar danau sudah sepakat untuk bersatu menentang rencana kotor anda." Kata Dani dengan wajah marah.

"Tidakkah anda memikirkan dampaknya jika anda membabat habis semua lahan hijau di kabupaten ini? Kami sudah tahu tentang anda dan siapa anda, dari semua orang di provinsi ini, bahkan dari provinsi lainnya!"

"Hahaha, karena itulah bisnis. Kami maju karena kami rajin bekerja. Tidak seperti kalian, pemalas, primitif, kampungan!" Jawab Kasir.

Kata-kata itu menyulut emosi warga yang akhirnya membuat keributan kembali tidak dapat dihindarkan lagi. Kali ini semua pegawai terpaksa ikut terlibat.

Sedikit demi sedikit, warga lain mulai berdatangan ke lokasi untuk membantu.

***

Meskipun jalannya perkelahian telah dipegang oleh kubu warga, Kasir dan pasukannya tidak menunjukkan gelagat untuk menyerah. Mereka semakin gigih melawan, mengingat lahan tersebut sangat penting bagi masa depan bisnis mereka.

Tiba-tiba datanglah angin puting beliung menerjang wilayah tersebut, berhembus kencang dari arah danau, menerbangkan pasir-pasir, dan dedaunan serta ranting kecil. Semua orang berlarian menyelamatkan diri.

Setelah angin berhenti berhembus, mereka semua kembali berkumpul ke tengah lahan, kemudian seorang kakek-kakek berteriak, "Lihatlah, alam telah marah akibat perbuatanmu, Kasir! Para penunggu disini tidak rela kalau tempat ini diambil olehmu."

"Ha... whahaha! Kalian semua dengar sendiri kan? Orang-orang disini masih primitif, percaya pada yang namanya takhayul dan mitos-mitos itu." Kata Kasir dengan nada mengejek. "Karena itu kalian masih kampungan. Kalian butuh aku supaya tidak terus-terusan bodoh, hahaha!"

Beberapa menit kemudian, di langit selatan, turunlah sebuah bola cahaya putih kekuningan yang lebih terang daripada matahari, menyilaukan mata. Semua orang terdiam, suasana menjadi hening.

"Duaaar!" Tak sampai 5 detik, terdengar suara ledakan yang sangat keras dari langit, lebih keras daripada guntur. Suara itu pun disusul oleh gelombang kejut yang menggetarkan semua benda, memecahkan kaca-kaca mobil dan kendaraan yang ada disekitar. Suara alarm mobil berbunyi saling bersahutan.

Semua orang menjadi panik tak terkendali.

Beberapa saat kemudian, "Tsunami! Tsunami!" Teriak salah seorang pegawai sambil menunjuk ke arah danau.

Semua mata terbuka lebar ketika menyaksikan ombak setinggi 30 meter datang dengan cepat ke arah mereka.

Dani segera berlari secepat kilat, beruntung dia berhasil keluar dari lahan. Beberapa pegawai yang berada di dekat danau hanyut ditelan gelombang. Kasir yang berlari sekuat tenaga, terjatuh tak mampu bangkit kembali, lengan kanannya patah membentur batu besar, kemudian menghilang ditelan air. Banyak orang yang tidak berhasil menyelamatkan diri karena pintu keluarnya sempit, sedangkan seluruh sisi lahan tersebut ditutupi pagar. Mobil-mobil dan sepeda motor yang diparkir pun ikut menghalangi.

Dani yang masih berlari, sempat menengok kebelakang, melihat lahan 90 hektar tersebut telah tertutupi oleh air yang terus bergerak ke arahnya, siap menyapu semua tempat disekitar danau, termasuk desa Laksmi. Dia pun masih dapat melihat asap raksasa bekas bola cahaya tadi di langit selatan.

Jumat, 24 Juli 2015

Bidikan Kapten

Tahun ini adalah tahun 1946, pulau Jawa bagian barat dilanda peperangan hebat antara rakyat pribumi melawan pasukan Belanda dan Inggris yang tergabung dalam blok sekutu. Awalnya, Inggris ditugaskan untuk mengurusi tawanan perang sekutu yang berperang dengan Jepang; dan pemulangan para serdadu Jepang ke negara asalnya. Namun pada prosesnya, Inggris malah membantu Belanda untuk menguasai kembali Indonesia.

Pulau Jawa penting bagi Belanda untuk menguasai pulau-pulau lainnya. Untuk menguasai pulau Jawa, Jawa Barat harus dikuasai lebih dulu; untuk menguasai Jawa Barat, kuncinya adalah Jakarta, Bogor, Cianjur, Sukabumi, dan Bandung. Jika Belanda berhasil kembali menguasai pulau Jawa, kemudian pulau-pulau lainnya di Indonesia, maka posisi Inggris di semenanjung Malaya akan sama-sama kembali kokoh seperti sebelum invasi Jepang.

Walaupun akhirnya Belanda berhasil kembali menduduki Bandung, tapi posisinya begitu rapuh karena terus menerus mendapatkan perlawanan yang gigih dari rakyat pribumi. Selain itu, kondisi internal Belanda yang sedang kacau pun turut menyebabkan kerapuhan tersebut. Tak berbeda jauh dengan Inggris yang meskipun memiliki persenjataan lebih kuat, sama-sama kewalahan dalam menghadapi perlawanan rakyat pribumi.

Untuk memperkokoh posisi Belanda di Bandung, Inggris mengirimkan bantuan kendaraan tempurnya dari Jakarta melalui jalur darat yang melewati Bogor, Sukabumi, dan Cianjur. Jalur puncak yang sebenarnya lebih pendek karena langsung menuju Bandung melalui Cianjur, tidak dipilih karena sulit dilalui oleh kendaraan-kendaraan tempur seperti tank dan lapis baja lainnya. Belum lagi resiko serangan-serangan pejuang pribumi. Untuk bantuan lainnya yang lebih ringan, dilakukan melalui jalur udara, dimana pesawat-pesawat Inggris menerjunkan pasukan dan barang logistik seperti amunisi, senapan, granat, dan bahan makanan.

Para pejuang yang berada di sekitar jalur konvoi, terutama di Sukabumi, seringkali mengganggu iring-iringan tersebut. Tak jarang mereka mendapatkan barang rampasan yang sangat berharga, terutama persenjataan. Seiring berjalannya waktu, intensitas gangguan semakin meningkat hingga membuat Inggris naik darah dan mulai serius menghadapi para pejuang tersebut.

Angkatan udara Inggris yang bernama RAF (Royal Air Force), mengirimkan pesawat-pesawatnya untuk melakukan tekanan terhadap para pejuang, sekaligus memberikan perlindungan bagi konvoi. Namun, karena kondisi geografis yang berbukit-bukit bergunung-gunung, ditambah iklim tropis yang panas, membuat performa RAF tidak semaksimal di Eropa.

Pesawat-pesawat RAF seringkali terbang hingga wilayah pedalaman Sukabumi yang disebut dengan misi-misi serangan pengeboman taktis (tactical strike bombing), tujuannya untuk menghancurkan pemukiman penduduk dan tempat-tempat penting lainnya; sehingga menurunkan kemampuan dan semangat tempur para pejuang.

Pada suatu pagi di bulan Desember 1946, setelah mendapatkan bantuan senapan mesin anti pesawat udara peninggalan tentara Jepang, para pejuang berhasil menembak jatuh satu dari beberapa pesawat pengebom taktis De Havilland Mosquito yang  telah melakukan penyerangan terhadap pemukiman penduduk di pedalaman Sukabumi selatan. Selain itu, serangan tersebut turut menghancurkan tempat-tempat strategis lainnya, seperti pabrik bom molotov, dan lumbung-lumbung penyimpanan cadangan makanan.

Kapten Kuswara yang menjadi pimpinan pasukan di wilayah tersebut, menyuruh para pejuang untuk menyelamatkan awak pesawat yang jatuh tadi; namun hanya pilot-nya lah yang selamat. Pilot tersebut kemudian dirawat karena mengalami luka yang cukup serius.

***

Tiga hari kemudian, pada suatu sore setelah shalat Ashar, Kuswara menyuruh seluruh pejuang untuk berkumpul di sebuah lapangan kecil sambil membawa Haley, pilot Inggris tadi yang menjadi tawanan. Warga sekitar pun turut hadir menyaksikan.

Haley diikatkan pada sebuah tiang, kemudian matanya ditutup. Semuanya tampak tegang. Haley pasrah mengetahui bahwa saat itu adalah saat terakhirnya dia hidup di dunia.

“Apakah ada pesan yang hendak anda katakan? Kami berjanji akan menyampaikannya, entah itu untuk keluarga atau teman-teman anda.” Tanya Kuswara yang diterjemahkan oleh seorang penerjemahnya.

“Saya hanya ingin mengucapkan rasa terima kasih saya pada anda semua karena telah bermurah hati merawat saya; tapi saya lebih memilih dieksekusi mati daripada harus menceritakan semua rahasia militer Inggris terhadap anda semua.” Jawab Haley.

“Sayapun memohon maaf karena telah membunuh orang-orang pribumi sepanjang tugas saya disini sebagai pilot angkatan udara Inggris.” Tambahnya.

Di Eropa, oleh tentara Jerman, biasanya para tawanan tentara Inggris diperlakukan seakan hendak dihukum mati, sebagai intimidasi supaya mau membeberkan informasi militer Inggris dan sekutu lainnya. Haley berpikiran kalau metode ini sama dengan yang dilakukan oleh tentara Jerman.

Mendengar jawaban tersebut, Kuswara terdiam sejenak. Kemudian mengambil senapan laras panjangnya yang biasa digunakan untuk menembak jitu (sniper).

“Clek… clek…” dua butir peluru dimasukkan kedalam senapan. Hadirin menjadi semakin tegang. Beberapa pejuang terlihat menghisap rokoknya dalam-dalam. Haley mengangkat kepalanya yang tertunduk. Jakunnya terlihat jelas bergerak ketika dia menelan ludah. “Akhirnya, aku memang harus berakhir disini, maafkanlah aku Ayah, Ibu, saudara-saudaraku. Tuhan, berkatilah aku.” Katanya dalam hati.

Senapan pun diarahkan pada dada kiri Haley. Kuswara berusaha mengatur nafasnya supaya lebih tenang. Semua mata terlihat tajam memandang. “Inilah saatnya…” kata seorang warga.

Kemudian…

“Dor!”

“Kres!”

Peluru melesat mengenai tanah, para hadirin belum sempat bereaksi penuh; dengan sigap, senapan segera diarahkan ke salah seorang pejuang yang berada di sebelah kiri Haley.

“Clak…” sebuah selongsong peluru jatuh ke tanah.

“Dor!”

Pejuang tersebut pun langsung rubuh diterjang timah panas tepat di dada kirinya. Semuanya terkejut bukan main. Beberapa pejuang dan warga berusaha mendekati Kuswara, tapi segera ditahan oleh sekelompok pejuang lainnya. Kuswara terlihat tenang di tengah-tengah keributan. Nafas Haley terlihat cepat, kepalanya meliuk-liuk ke kanan dan kiri.

“Semuanya dengarkan saya!” Teriak Kuswara. Tapi suasana tetap gaduh.

“Dor!” Salah seorang pejuang didekat Kuswara menembakkan pistolnya ke udara. “Hadirin semuanya, mohon dengarkan dulu penjelasan dari kami!”

Hadirin pun akhirnya diam. Kuswara menyuruh mayat pejuang tadi agar segera dikuburkan.

“Apakah serangan pesawat-pesawat Inggris tiga hari yang lalu adalah misi biasa? Bagaimana mereka bisa seakurat itu dalam menyerang sasaran-sasaran yang seharusnya sulit untuk dilakukan melalui udara. Bagaimana mereka bisa tahu pabrik itu, dan juga lumbung-lumbung makanan, sedangkan kita menyembunyikannya di bawah rerimbunan pohon dan menyamarkannya dengan rumah-rumah? Tentu sulit jika tidak memiliki informasi sasaran yang tepat.”

“Dan sampai sekarang, militer Belanda dan Inggris belum mengetahui wilayah Sukabumi dengan baik. Beberapa yang datang kembali setelah Jepang menyerah adalah orang-orang baru dari Eropa yang belum mengenal alam Indonesia dengan baik.”

“Serangan udara kemarin yang begitu akurat memunculkan tanda tanya, karena itu kami melakukan penyelidikan.”

“Orang yang baru saja saya tembak mati, bernama Ijang. Dia adalah anggota jaringan mata-mata pribumi yang bekerja untuk Inggris. Mereka mendapatkan imbalan yang sangat besar. Sekutu sadar bahwa untuk menghancurkan perlawanan rakyat pribumi yang bergerilya, mereka membutuhkan orang dalam.”

“Pengkhianat lebih berbahaya daripada musuh yang terang-terangan memusuhi kita di depan. Saya tidak akan memberikan toleransi pada yang namanya khianat. Tidak bisa dimaafkan.”

“Jika anda semua ingin bukti, saya dapat menunjukkannya.”

Para hadirin saling bercakap-cakap satu sama lainnya. Beberapa dari mereka sebelumnya memang pernah mendengar tentang mata-mata pribumi yang bekerja untuk Belanda dan Inggris.

Kuswara menyuruh agar Haley dilepaskan dari tiang. Kemudian dia diberi kebebasan, bahkan Kuswara menyuruh beberapa orangnya untuk mengantar Haley ke jalur konvoi.  Sontak hadirin memprotes keputusan tersebut.

“Begitukah? Dia bebas pergi begitu saja, setelah membunuh banyak orang-orang kita, merusak bangunan-bangunan, dan setelah kita mengobati semua luka-lukanya? Keputusan macam apa ini Kapten!?” Protes seorang warga.

“Prajurit Inggris ini berkelakuan baik selama menjadi tawanan. Kita mengikuti aturan bagaimana memperlakukan tawanan dengan baik.” Kata Kuswara, “Jika anda semua tidak ikhlas dalam menjalani perjuangan ini, maka silahkan tinggalkan tempat ini. Bagaimana Allah akan membantu kita kalau perjuangan ini tidak dilakukan secara ikhlas?”

“Kita pun patut mengapresiasi sifat kesatria Haley yang memilih untuk tidak berkhianat terhadap negaranya.” Tambahnya.

Mendengar perkataan tersebut, Haley meminta waktu untuk mempertimbangkan keputusannya nanti. Kuswara mengabulkannya.

***

Keesokan malamnya, Haley memutuskan untuk bergabung bersama para pejuang dalam melawan Belanda dan Inggris. Dia pun mendengar kabar tentang banyaknya tentara Inggris divisi Gurkha (tentara bayaran yang terdiri dari orang-orang India) yang membelot ke pihak pejuang di wilayah dekat jalur konvoi.

Bersama para pejuang, Haley terlibat dalam setiap pertempuran di wilayah Sukabumi dan Cianjur, hingga pada suatu waktu dia dikirim ke Bandung. Namun sayangnya, disana dia gugur ketika melawan pasukan Belanda.





Keterangan: Cerita di atas mengambil latar belakang sejarah nyata, yaitu Pertempuran Bojong Kokosan yang terjadi di Sukabumi, Jawa Barat, antara penghujung tahun 1945 hingga tahun 1946, yang juga merupakan bagian dari Perang Kemerdekaan Indonesia. Namun peristiwa yang terjadi di atas hanyalah fiksi semata.

Senin, 20 Juli 2015

Angkot Sunyi

Malam ini adalah hari Sabtu, tanggal 21 Juni 2008, pukul 20.35 waktu Indonesia barat.

Aku berlari kecil menuju angkot yang baru saja kutunjuk; hujan mulai turun, aku tidak mau badanku basah kuyup. Hari ini begitu melelahkan, setelah seharian berkeliling kota Bandung.

Aku duduk di depan, disamping pak sopir yang ekspresi mukanya datar, tak menunjukkan rasa lelah sedikitpun. Jarang-jarang di malam hari seperti ini aku menemukan sopir angkot yang tidak berwajah lelah. Radio di mobil menyiarkan berita tentang pemilihan presiden dan wakil presiden yang akan dilaksanakan tahun depan.

Aku menengok ke belakang, ada sepasang suami-istri beserta anak laki-lakinya, seorang bapak-bapak, dua orang pemuda, dan seorang perempuan berusia 40 tahunan. Anak kecil tadi terlihat sedang mengantuk dalam apitan kedua orangtuanya.

Radio pun memutar sebuah lagu yang sekarang menjadi pembicaraan banyak orang.

“Pernah ada, rasa cinta
Antara kita, kini tinggal kenangan
Ingin kulupakan, semua tentang dirimu
Namun tak lagi, kan seperti dirimu
oh bintangku…”

Grrr… lagu ini, aku jadi merinding. Pertama kalinya aku mendengar lagu ini ketika sedang berkumpul bersama teman-teman. Salah seorang temanku berkata, jika menyanyikan lagu ini sendirian di malam hari, maka akan didatangi oleh seorang hantu perempuan yang bernama Gabby; bukan dalam wujud kuntilanak, tetapi dalam wujud seorang gadis bermuka pucat.

“Terang teu lagu ieu?” (“Tahu tidak lagu ini?”) Tiba-tiba pak sopir berbicara menggunakan bahasa Sunda.

“Muhun terang mang, saur réréncangan abdi mah, mun lagu ieu ditembangkeun nyalira wengi-wengi, bakal didatangan ku jurig awéwé. Ngan wujudna sanés kuntilanak, tapi awéwé biasa nu beungeutna sepa. Cenah éta gé, abdi mah teu acan pernah nyobian.” (“Iya tahu pak, kata teman saya, kalau lagu ini dinyanyikan sendirian di malam hari, akan didatangi oleh hantu perempuan. Tapi wujudnya bukan kuntilanak, melainkan seorang perempuan biasa yang wajahnya pucat. Itu juga masih katanya, saya belum pernah mencobanya.”) Jawabku.

Pak sopir hanya tersenyum sebentar mendengar jawabanku, kemudian wajahnya kembali datar.

“Nu ku abdi dangu ti réréncangan mah, lagu na téh ditembangkeun ku awewe ngora, SMA-an lah jigana mah, maké gitar; aya sora keprok jelema na ogé, jiga nu keur ditongton ku lobaan." (“Yang saya dengar dari teman, lagu ini dinyanyikan oleh seorang perempuan muda, SMA-an lah sepertinya, menggunakan gitar; ada suara tepuk tangan orang-orangnya juga, seperti yang sedang ditonton oleh banyak orang.”) Kataku lagi.

Pak sopir hanya diam tidak menjawab kata-kataku.

Diluar hujan turun cukup deras. Jarang-jarang air turun dari langit di musim kemarau ini, malam hari pula. Semoga saja turunnya tidak lama.

Pemandangan kota ini di malam hari sungguh indah, cahaya lampu yang berwarna-warni menghiasi sepanjang jalan yang aku lewati. Aku larut dalam lamunanku.

Tiba-tiba…

Aku merasakan kantuk yang luar biasa. Entah kenapa, rasanya seperti baru menelan obat tidur. Ah, mungkin ini efek perutku saja yang terisi penuh oleh makanan.

Namun akhirnya aku tidak mampu melawannya dan tertidur.

***

Perlahan, pendengaranku kembali pulih, begitu pula penglihatanku, aku mendapatkan kesadaranku kembali.

Hujan masih turun cukup deras, tapi aku tidak tahu sedang berada di mana sekarang. Jalanan yang gelap, hanya terlihat beberapa cahaya lampu dari kejauhan. Seperti berada di perkampungan. Ini bukan jalur yang seharusnya dilewati.

“Mang, ieu naha…” (“Pak, ini kenapa…”) sambil kutengokan mukaku ke kanan, tapi…

Pak sopir tidak ada, begitu pula penumpang-penumpang yang dibelakang. Baru kusadari pula bahwa roda mobil ini tidak menyentuh tanah, tapi melayang!

Ya ampun, apa yang sebenarnya terjadi? Ini tidak nyata… ini tidak nyata… aku pasti bermimpi. Aku menampar wajahku, dan terasa sakit… ternyata aku tidak bermimpi.

Dengan cepat mobil naik ke atas seperti pesawat jet yang menanjak. Jelas saja darahku langsung mengalir deras ke bawah, membuat pandanganku menjadi gelap dan tidak sadarkan diri.

Akhirnya aku mendapatkan kesadaranku kembali. Badanku rasanya berat sekali, setiap persendian pun sulit untuk digerakkan.

Aku bisa melihat pemandangan kota yang warna-warni di malam hari layaknya dari dalam pesawat terbang. Ya! Aku sedang berada di udara, mobil angkot ini melayang entah berapa meter diatas permukaan tanah, mungkin sekitar 4000 meter. Kemudian mobil menghadap vertikal ke atas, menuju sebuah benda berwarna hitam berbentuk oval.

Radio pun kembali berbunyi dan menangkap banyak sekali frekuensi, tapi berhenti di frekuensi yang menyiarkan lagu “Tinggal Kenangan” yang dinyanyikan Gabby tadi.

“Jauh kau pergi meninggalkan diriku
Disini aku, merindukan dirimu
Kini kucoba mencari penggantimu
Namun tak lagi kan seperti dirimu
Oh kekasih…”

Kemudian pesawat tersebut membukakan pintunya yang memancarkan cahaya putih menyilaukan dari dalam, membutakan penglihatanku; kemudian aku merasa seperti berada didalam sebuah ruangan; terdengar suara dengungan halus seperti mesin.

Cahaya tadi masih membutakan penglihatanku, namun aku bisa merasakan ada yang membuka pintu kiri mobil.

Cahaya pun menghilang, kini aku bisa memulihkan penglihatanku. Dan apa yang kulihat?

Sesosok robot tinggi seperti manusia berwarna abu-abu metalik menyodorkan sesuatu berbentuk senapan dari dadanya, kemudian menembakkan cahaya berwarna biru yang membuat sekujur tubuhku seperti disetrum listrik bertegangan tinggi. Semuanya kembali menjadi gelap, aku kembali tak sadarkan diri.

“Tidak… aku tidak boleh mati sekarang. Aku tidak ingin meninggalkan orang-orang yang kucintai dan mencintaiku, masih banyak urusan yang belum kuselesaikan, dan ada seorang perempuan yang ingin kutemui, itu belum terlaksanakan….” Kataku dalam hati.

Sabtu, 18 Juli 2015

Inginku

Ingin ku teriak
Ingin ku berontak
Lepas dari semua belenggu
Lepas dari para penipu
Yang selalu memburu
Yang selalu mengganggu

Apakah mereka mendengar?
Apakah mereka belajar?
Tentang kemanusiaan?
Tentang kehidupan?

Mungkin tidak, mungkin iyah
Tapi...

Ternyata dugaanku salah
Bukan karena amarah
Tapi karena kebodohanku
Yang menjadi kelemahanku

Bocah

Bocah, kau berlari kesana-kemari...
Mencari sesuatu yang tak pasti...
Bocah, kau beri senyum kesana-sini...
Bahkan pada yang mungkin tak berhati...

Bocah, aku tak tahu siapa sebenarnya kalian...
Tak tahu apakah musuh atau kawan...
Tapi membantu kalian adalah kewajiban...
Karena kalian sedang kesusahan...

Kalau memang kalian bukan orang yang sedang sulit...
Kemudian kalian menari-nari sambil meniup peluit...
Biarkanlah Tuhan yang mengurusnya...
Aku tak ingin amalanku jadi sia-sia...
Aku hanya berharap pahala...
Dari Tuhan Yang Maha Esa....

Minggu, 12 Juli 2015

Ooo Hujan




Akhirnya, tibalah yang ditunggu-tunggu
Awan hitam yang tampak berat
Perlahan menutupi langit
Membawa harapan yang tak sedikit

Ooo hujan, turunlah
Basahilah tanah ini
Hapuskanlah semua kekeringan ini
Hilangkanlah semua kegersangan ini
Kami sudah lama menanti

Terima kasih Tuhan
Engkau mendengar doa kami

Ngadat

Kata siapa Spiderman hebat
Dia juga manusia biasa
Yang pastinya dia bisa ngadat
Sampe mulutnya berbusa

Bajaj

Nyari jeruk di Florida
Eh ketemu Nicki Minaj
Lagi asyik pacaran sama si Frida
Eh malah diserempet bajaj

Agus

Jalan-jalan ke Amerika
Awas ketemu Miley Cirus
Kalo ngobrol sama si Rika
Jangan ungkit nama si Agus

Sabtu, 11 Juli 2015

Pecinta Alam

Malam kemarin begitu kelam
Karena ada hal yang menyeramkan
Buat apa ngaku pecinta alam
Kalau buang sampah sembarangan

Yang Penting Kalian Mandiri

Tak apa mereka sebut kalian penyendiri
Yang penting kalian mandiri
Terhindar dari penyakit dengki
Yang menuntun kepada benci

Mereka hanya ingin kalian terpuruk
Sehingga mereka tak lagi dianggap buruk

Kalian teruslah berlari
Hingga mereka lelah mendengki

Sangkalanku

Aku tak pernah benci
Itu hanya untuk melindungi diri
Mereka yang duluan membuat gaduh
Tapi malah aku yang dituduh merusuh
Mereka juga menyebutku biang keladi
Yang telah merusak silaturahmi

Tapi sekali lagi
Aku tak pernah benci
Karena mereka masih saudara-saudari
Itu hanya untuk melindungi diri

Semoga mereka berubah pikiran
Tidak menuduhku sembarangan

Perempuan Paruh Baya

Ada seorang perempuan paruh baya...
Yang mulutnya terus berbicara...
Mengumpat yang disini dan disana...
Tak peduli itu siapa...

Aku pun tak mengerti kenapa...
Mulutnya tak pernah dijaga...
Berkata sesuka hatinya...
Tak peduli walau itu dusta...

Semua orang berharap dia bertobat...
Sebelum semuanya terlambat...
Tapi dia tak peduli nasihat...
Karena menurutnya itu angin yang lewat....

Jadi Dokter

Buat apa ngaku jago komputer
Kalau tidak ngerti istilah domain
Untuk apa jadi dokter
Kalau hanya main-main

Kisah Suatu Umat

Ini kisah suatu umat...
Yang mengaku paling hebat...
Semua orang mereka embat...
Termasuk yang mereka anggap kerabat...

Tidak perlu susah mencari mereka...
Karena mereka hidup bersama kita...
Warna tubuh mereka sama dengan kita...
Hanya warna hatinya yang berbeda...

Mereka bagaikan serigala berbulu domba...
Yang senang mengadu domba...
Diantara kita-kita semua...
Demi kepentingan mereka semata...

Segala tindakan mereka seperti umpan...
Yang ujungnya menjerumuskan...
Karena mereka menganggap kita seperti ikan...
Yang lezat untuk dimakan...

Cepat sebelum terlambat...
Jangan bersikap lambat...
Segera atur siasat...
Kalau ingin selamat....

Selasa, 07 Juli 2015

Mengapa Tidak Menutup Telinga Kita Saja?

Mereka selalu berkata buruk tentang kita
Tapi ternyata itu bukan fakta
Mereka selalu mengagung-agungkan diri mereka
Tapi ternyata itu hanya realita
Semua keburukan yang mereka tuduhkan pada kita
Justru sebenarnya ada pada mereka

Jika kita tidak bisa menutup mulut mereka
Mengapa tidak menutup telinga kita saja?