Selasa, 28 April 2015

Panggilan Ayah Dari Loteng

Siang itu langit tampak mendung, tanda hujan deras akan turun, seperti hari-hari biasanya di musim hujan ini. Ibuku masih berada di pasar, sedangkan adikku di sekolah. Ayah sedang sibuk di loteng, memperbaiki genting yang bocor.

Tak lama kemudian ayah memanggilku, Rin, tolong bawakan air minum kesini ya, ayah haus!

Aku mengambil sebotol air mineral di kulkas dan berjalan menuju lantai-2.

Ketika sampai di depan kamar adikku, pintunya terbuka, seseorang langsung membekapku, kemudian menyeretku ke dalam kamar.

Ternyata dia adalah ayahku.

Ssst, kamu jangan kesana, itu bukan ayah!

Percayalah, itu bukan ayah!

Jumat, 24 April 2015

Sebuah Pendatang

Semenjak terjadinyakasus pembunuhan itu, suasana kosan ini menjadi angker. Satu persatu penghuninya pindah. Selain itu, beberapa penghuni mengaku kalau mereka mengalami hal-hal yang ganjil, seperti mendengarsuara aktivitas; ataupun suara rintihan minta tolong dari dalam kamar tempat pembunuhan tersebut, padahal tidak ada seorangpun disana. Sampai saat ini, kamar tersebut masih kosong, belum ada seorangpun yang berani menempatinya.

Kamarku tepat berada dibawahnya. Aku belum pernah mengalami hal-hal ganjil seperti yang diakui penghuni lainnya. Menurutku, mungkin ini masalah sugesti saja.

Bagiku, kondisi seperti ini memberikankeuntungan, bagaimana tidak, penghuni sebelah kiriku adalah seorang pekerja, dia mempunyai kebiasaan memutar lagu dengan volume tinggi yang menggangguku. Setelah kasus itu, dia tidak pernah melakukannya lagi, bahkan dia jadi jarang berada di kos.

***

Dua bulan pun berlalu. Masih belum ada kejadian ganjil yang aku alami. Selama ini, setengah penghuni kos sudah pergi, belum ada pendatang baru. Bisa kulihat bagaimana wajah ibu pemilik kos yang terlihat sedikit gelisah. Khawatir pendapatannya semakin berkurang, atau mungkin yang paling parah, bangkrut.

Malam ini ketika semua orang sedang terlelap tidur, aku dibangunkan oleh suara dengungan halus. Entah dari mana pastinya asal suara tersebut, tapi sepertinya berasal dari luar. Kupikir itu hanyalah suara pesawat atau apa, aku tidak menghiraukannya, tubuhku terlalu berat untuk diajak berdiri, untuk menyelidiki suara itu.

Dug!terdengar suara kaki yang menjejakkan ke lantai. Berasal dari kamar diatasku, kamar tempat pembunuhan itu.

Dug...

“Dug... dug... dug...

Mataku jadi terbuka lebar. Itu suara langkah kaki.

Sepertinya, malam ini adalah giliranku untuk mengalami hal ganjil seperti yang dialami penghuni lainnya.

Baiklah, aku jadi penasaran, aku akan memeriksa keatas. Kugenggam sebatang pipa besi untuk jaga-jaga.

Perlahan aku berjalan dalam kegelapan, sengaja lampu tidak kunyalakan. Malam ini hanya aku sendiri yang bangun.

Mendekati kamar itu, suhunya terasa menjadi lebih dingin, dan kebetulan sekali tidak dikunci, sepertinya ibu kos lupa. Perlahan kubuka pintunya dan kunyalakan lampu.

Jendelanya terbuka, tidak ada siapa-siapa di dalam, begitupun diluar. Lalu, darimanakah suara dengung tadi berasal? Ah, mungkin itu suara pesawat terbang.

Tapi ketika kubalikkan badanku, aku melihat sesuatu yang belum pernah kulihat selama hidupku.

Entah itu makhluk dari alam lain, atau makhluk dari planet lain.

Dihadapanku, berdiri sebuah makhluk aneh. Sedikit lebih tinggi dariku. Bentuknya hampir menyerupai manusia, dengan dua kaki, dua tangan, perut, dan dada, menggunakan pakaian ketat berwarna hitam; sedangkan wajahnya tertutup oleh helm, seperti astronot. Semuanya berwarna hitam.

Aku terkejut, heran, dan bertanya-tanya, apa itu? Aku seperti berada dalam film-film sains fiksi yang sering kutonton. Apa ini juga karena masalah sugesti? Yang pastinya, makhluk itu bukan berasal dari bumi.

Belum sempat aku bergerak dari keadaan terpaku sebentar, dengan cepat, makhluk itu menembakkan sesuatu seperti jarum dari lengannya.

Aku bisa merasakan bagaimana sakitnya benda itu menancap di dadaku, dan aku bisa melihat darah menetes ke lantai. Tapi hanya sebentar. Benda itu mengeluarkan semacam aliran listrik yang menyetrum tubuhku, membuat pandanganku menjadi gelap; kemudian sekujur tubuhku mati rasa. Terakhir, aku masih bisa merasakan saat pipi kananku membentur lantai.

Setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi. Aku tidak bisa berpikir. Yang ada hanyalah gelap.

Kamis, 23 April 2015

Ayo Berhitung!

Pada suatu hari di sebuah Taman Kanak-Kanak, seorang ibu guru bertanya pada muridnya.

"Baiklah anak-anak, sekarang ibu akan bertanya pada salah satu dari kalian. Ibu tunjuk... Adit!"

"Iya bu!"

"Adit, sebelum satu angka berapa?"

"Nol bu!"

"Sesudah satu?"

"Dua!"

"Sesudah dua?"

"Tiga!"

"Bagus, sesudah tiga?"

"Empat!"

...

"Lima!"

...

"Enam!"

...

"Tujuh!"

...

"Delapan!"

...

"Sembilan!"

...

"Sepuluh!"

"Bagus Dit, terus lanjutkan, sesudah sepuluh?"

"Jack!"

Sang ibu guru langsung memundurkan kepalanya keheranan, sambil mengangkat alisnya tinggi-tinggi.

"Iya terus lanjut."

"Queen!"

"Lanjut."

"King!"

"Lanjut."

"As!"

"Sesudah As, apa masih ada?"

"Masih ada bu!"

"Apa itu Dit?"

"Joker bu! Tapi itu bisa dipakai untuk mengalahkan semua kartu."

Semua temannya keheranan, kemudian tertawa-tawa, begitupun sang ibu guru.

"Bagus Adit, kamu itu TOLOL! Hahahaha..."

Solusi Untuk Pulpen

Aku sudah muak dengan apa yang terus menimpaku beberapa bulan terakhir ini di sekolah. Apa karena aku ini lemah, sehingga selalu menjadi sasaran orang-orang ngeyel itu?

Setiap kali setelah istirahat, isi pulpenku selalu diambil, atau ditukar dengan yang lain. Sebenarnya aku tahu siapa saja pelakunya, orangnya selalu bergunta-ganti, tetapi masih komplotan itu. Aku bisa mengetahui dari ekspresi muka-muka mereka yang selalu terlihat puas setelah menjalankan aksinya.

Hingga pada suatu hari, aku menemukan cara untuk mencegah mereka tidak berbuat seperti itu lagi padaku.

Siang itu sebelum istirahat, aku memasang kamera kecil di barisan belakang. Tersembunyi didalam tas temanku yang sudah kumintai izin.

Di rumah, aku melihat kembali rekaman tadi. Terlihat ada dua orang komplotan tersebut menghampiri mejaku, kemudian mulai melakukan gerak-gerik yang tidak baik. Aku tertawa cekikikan, ketika mereka menjadi kikuk saat mencoba membuka penutup isi pulpenku. Karena tidak berhasil membukanya, mereka pergi dengan wajah keheranan.

Ya... aku telah mengelem penutup isi pulpenku, sehingga isinya tidak bisa dikeluarkan. Sebuah solusi yang cukup ampuh.

Sekeresek Uang Misterius

Saat ini aku sedang membutuhkan uang untuk bermain Game Online di warnet dekat rumah seorang temanku. Katanya warnet tersebut sangat nyaman. Aku ingin menghabiskan malam mingguku disana.

Jumat malam, aku menghadiri pesta ulang tahun kecil-kecilan dikosan temanku. Pulangnya, aku mengisi bensin duludi SPBU. Di toiletnya, aku menemukan sebuah keresek berwarna hitam. Penasaran, aku membukanya, dan...

Ya ampun...beberapa lembar uang! Setelah kuhitung, semuanya berjumlah 666 ribu Rupiah. Jumlah yang aneh, tapi aku tidak peduli, kupikir ini adalah keberuntungan yang tak pernah kuduga. Uang ini lebih dari yang kubutuhkan.

Di sekolah, aku tidak menceritakan pada siapapun tentang penemuanku semalam. Aku hanya memberitahu temanku itu, kalau malam ini dia mau bermain Game Online bersamaku di warnet tersebut,aku akan mentraktirnya. Dia setuju.

Sepulang sekolah, aku tidur siang demi menyimpan tenaga untuk begadang nanti malam.

Bangunsekitar jam 5 sore. Cuacanya cerah, udara dingin terasa di kulit dan paru-paru.

Aku akan merapikan uang-uang tadi yang kusimpan dikotak penyimpan rahasiaku.

Apa?

Entah ini kenyataan atau bukan, uang-uangtemuan tadi malam yang kusimpan disitu, semuanya telah berubah menjadi daun.

Ini tidak masuk akal, karena aku mengunci lemariku. Tidak mungkin pula kedua orangtua dan seorang adik perempuanku melakukannya, kalaupun iya, mereka pasti sudah memberitahuku.

Tapi bukan karena berubah menjadi daunnya yang membuatku terkejut.

Lembaran-lembaran uang tersebut tidak hanya berubah menjadi daun biasa... tapi daun yang berlumuran darah merah segar.

Kuangkat dedaunan tersebut dari dalam kotak, kemudian...

Ada sesuatu yang berbentuk manusia berwarna hitam, lengkap dengan rambutnya yang acak-acakan, mata merah melotot, hidung dan telinga lancip, serta mulut dengan kedua taringnya. Bau amis dan daging busuk segeramenyebar keseluruh penjuru kamar dan rumahku. Tak lama kemudian terdengar suara tetanggaku yang berkata, "Waduh, bau apa ini? Sepertinya tidak wajar!"

Jumat, 03 April 2015

Kebingungan

Pada suatu hari, ada dua orang siswa SMA yang menyusup kedalam sekolahnya untuk mencuri. Mereka adalah Dahlan dan Giri.

Meski terletak jauh didalam pemukiman penduduk, sekolah mereka adalah sekolah besar dan ternama di kota. Berbagai prestasi telah banyak ditorehkan, termasuk oleh para alumninya. Akreditasinya pun A.

Sore itu Dahlan dan Geri mengunjungi rumah seorang teman mereka yang berada tidak jauh dari sekolah. Mereka bertiga bersekongkol dalam melakukan kejahatan tersebut.

Tengah malam, Dahlan dan Geri memanjat dinding sekolah. Awalnya mereka merasa takut dengan suasana yang lumayan angker, ditambah adanya cerita-cerita mistis tentang sekolah mereka yang banyak beredar. Tapi rasa haus akan harta mengalahkan rasa takut tersebut.

Akhirnya mereka berhasil masuk ke ruang guru melalui jendela ventilasi yang berhasil dibongkar. Beberapa hari sebelumnya, mereka telah mensurvei tempat ini.

Uang sebesar 2.2 juta Rupiah, tiga prosesor dan tiga harddisk komputer berhasil mereka gondol dari ruang guru.

“Bisa tamasya kita kalau barang-barang ini dijual.” Bisik Dahlan pada Geri.

Ketika melewati jalan disamping gedung penyimpanan piala, tiba-tiba datang Pak Yanto sang penjaga sekolah dari balik gedung mencegat mereka, dengan berpakaian seragam satpam lengkap, sambil menyorotkan senternya.

“Hayo, sedang apa kalian malam-malam begini?

Jelas saja Dahlan dan Geri terkejut bukan main. Mereka tidak bisa beralasan untuk membela diri. Tidak ada pilihan lain selain mengaku.

Tas yang berisi barang curian, mereka buka dan barang-barangnya diserahkan kepada Pak Yanto.

Saya tidak akan melaporkan kejadian ini, dan barang-barang ini akan saya simpan lagi ditempat semula, tapi besok kalian harus menghadap ke Pak Didin dan mengatakan sejujurnya atas apa yang kalian lakukan malam ini. Kalau tidak, saya akan melaporkannya, kalian tahu akan dibagaimanakan kalau kepala sekolah tahu?

Setelah itu mereka berdua dipersilahkan pulang.

***

Esok paginya sebelum masuk kelas, Dahlan dan Geri menghadap Pak Didin di rumahnya yang terletak tidak jauh darisekolah. Pak Didin adalah seorang guru senior yang sudah lama mengajar disana.

“Perbuatan kalian itu sangat tidak terpuji sekali. Apalagi kalian mencuri barang milik sekolah. Seharusnya kalian dihukum berat. Tapi saya menghargai kejujuran kalian.”

Pak Didin duduk ke kursinya, menatap Dahlan dan Geri.

Beberapa detik sebelum Pak Didin mau melanjutkan pembicaraannya, seseorang mengetuk pintu. Dia mempersilahkannya masuk.

“Pagi Pak Didin, anda memanggil saya?” Tanya Pak Yanto.

“Iya Pak, silahkan duduk.” Jawab Pak Didin. “Ini Dahlan dan Geri, bapak bisa menceritakan bagaimana kronologisnya semalam?”

“Maksudnya... kronologis apa?”

“Barusan mereka berdua datang kesini untuk mengakui perbuatan mereka semalam. Katanya bapak yang memergoki mereka dan menyuruh mereka menghadap ke saya?”

Ekspresi wajah Pak Yanto menjadi bingung, “Maaf pak, memergoki apa ya, semalam saya tidak memergoki siapa-siapa?”

“Lho... mereka berdua ini mengaku kalau tadi malam maling uang dan beberapa komponen komputer di ruang guru, lalu ketika mau pulang, dicegat oleh bapak disamping gedung penyimpanan piala, terus bapak menyuruh mereka pagi ini menghadap ke saya.”

“Sumpah pak tadi malam saya tidak memergoki siapa-siapa di sekolah. Saya tidur pukul 10 malam, soalnya capek sekali.” Jawab Pak Yanto.

Pak Didin memijit-mijit dahinya, “Dahlan, Geri, jam berapa kalian semalam beraksi?”

“Jam 1-an Pak...” Jawab Geri.

“Apa saat itu kalian mabuk? Jujur!” Pak Didin menaikkan suaranya sedikit.

“Tidak Pak, kami tidak mabuk, kami sadar. Semalam kami benar-benar dicegat Pak Yanto yang berseragam lengkap sambil membawa senter.” Jawab Geri.

“Aduh saya jadi bingung... Pak Yanto?” Kata Pak Didin.

“Sumpah Pak saya tidak tahu! Sekali lagi pak saya tidak merasa memergoki mereka semalam. Barusan juga Geri berkata kalau mereka menjalankan aksinya sekitar pukul 1 malam, sedangkan saya sudah tidur dari jam 10.”

Semua yang ada diruangan tersebut menjadi bingung, saling berpandangan satu sama lainnya.