Senin, 30 Juli 2012

Perempuan Tak Berhati

Malam itu, Deni sedang melamun di pos ronda. Lalu datanglah Riki.

“Den, ngapain loe malem-malem gini nongkrong sendirian di gubuk reyot ini?”

“Gue lagi nungguin si Ibeng, mau ke Warnet buat gadang.” Jawab Deni.

“Ya elah, pake ngelamun segala lagi, suruh cepetan si Ibeng nya tuh, udah jam 10 malem gini. Hati-hati loe, ntar ada perempuan tak berhati nyamperin.” Kata Riki.

“Perempuan tak berhati bakal gue putusin.” Jawab Deni lagi.

“Maksud gue, perempuan tak berhati, soalnya badannya juga bolong, gimana mau ada hatinya?” Canda Riki.

Deni menjawab sambil nyengir, “Gila loe, itu namanya kuntilanak!”

Minggu, 29 Juli 2012

Ketiduran Ibu

Pagi itu, Lia setengah berlari menyusuri lorong sekolahnya, wajahnya terlihat tegang.

“Lia, dari mana saja kamu!?” Tanya bu Nuning.

“Kenapa baru masuk jam segini? 9 lewat 40 menit, kamu sudah terlambat 40 menit!”

Lia pun gemetaran, “Anu Bu...”

“Anu...”

“Anu...”

Bu Nuning keheranan, “Anu apa, kenapa dengan anu kamu?”

Sontak anak-anak sekelas tertawa.

“Ketiduran ibu...” jawab Lia.

“Hah, sejak kapan saya meniduri kamu?” tanya bu Nuning dengan judes.

“Bukan bu, maksudnya... saya bangunnya kesiangan.”

Sontak, anak-anak sekelas berkata, “Ooo...”

Sabtu, 28 Juli 2012

Gigi Offside

“Kepada seluruh jama’ah agar meluruskan shaf-nya masing-masing.” Ucap imam sebelum memulai shalat tarawih malam itu. Seluruh jama’ah pun meluruskan barisannya masing-masing. Melirik kedepan, kesamping, dan kebelakang, ketika dirasa sudah lurus, badannya ditegakkan.

Dadang berada di barisan ke-6, dengan mengenakan baju koko putih, sarung kotak-kotak ala ronda, sorban hijau di pundak kanan, peci hitam, dan juga mukanya yang berekspresi alim, lengkap dengan janggut nya yang keriting cukup panjang, membuatnya terlihat seperti seorang guru ngaji yang bijaksana, padahal faktanya dia masih duduk di kelas 3 SMA, dan pekerjaan sehari-harinya tak jauh seperti kebanyakan teman sebayanya.

Merasa sudah mantap, Dadang siap-siap takbir, tapi tiba-tiba anak seusia SD di sebelah kanannya menyuruh Dadang untuk mundur meluruskan barisan.

“Kak, munduran dikit, terlalu maju.”

Tapi Dadang merasa sudah lurus, lalu dadang siap bertakbir lagi.

“Allahu A...” takbir Dadang terhenti lagi oleh anak tadi.

“Kak, dibilang terlalu maju kok belum mundur juga?”

Dengan lagak bingung, Dadang menjawab, “Kakak udah lurus barisannya, mau mundur gimana lagi, ntar orang dibelakang nyium pantat kakak?”

Sambil cekikikan, anak itu berkata, “Itu kak, he... maksudnya giginya yang mundur, soalnya terlalu maju, nanti offside, hihihi... vis!”

“Gobl... kampr... tuh anak!” gerutu Dadang.

Memang gigi Dadang termasuk gigi tongos. Sambil nyengir Dadang menutup mulutnya dan memulai shalat.